Friday, February 23, 2018

MENGUJI NYALI MENITI TEBING DOA PUNCAK TIMUR GUNUNG MANGLAYANG


Gunung Manglayang yang terletak di sebelah timur kota Bandung menawarkan pesona wisata yang patut untuk kita nikmati sensasinya. Selain bumi perkemahan Kiara Payung yang sudah sangat terkenal, gunung ini juga memiliki obyek wisata yang tidak kalah menarik seperti kawasan wana wisata Batukuda. Buper Batukuda ada dalam wilayah Perum Perhutani KPH Bandung utara BKPH Manglayang barat, berada di Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung.
 
Puncak Prisma & puncak utama Manglayang


Di kawasan wanawisata Batukuda para wisatawan bisa melakukan beragam kegiatan outdoor seperti hiking, camping, dan bersepeda. Kawasan yang sejuk di tengah hutan pinus memungkinkan kita juga untuk membawa serta keluarga menikmati alam gunung Manglayang. Posisi Batukuda di ketinggian 1150 mdpl juga menjadi destinasi para goweser untuk mengunjunginya, jarak tempuh 6 km dari jl raya Cibiru dengan elevasi sekitar 400 m cukup menarik untuk ditaklukkan para goweser pecinta uphill. Para pencinta hiking dan mendaki gunung pun turut dimanjakan, beberapa jalur pendakian menuju puncak gunung Manglayang dengan beragam karakteristik jalur tersedia untuk memuaskan para penjelajah yang ingin menjejakkan kaki di salah satu titik tertinggi di timur Bandung ini.

Buper Batukuda

Secara umum pendakian menuju puncak Manglayang (1824 mdpl) bisa dilalui melalui 2 jalur, yaitu Batukuda di Cibiru Wetan dan Barubeureum yang terletak di sekitar Buper Kiarapayung Jatinangor, namun di luar itu para pendaki terkadang ada juga yang mencoba menggapai puncak Manglayang melalui Palintang, atau curug Cilengkrang. Di Batukuda sendiri sejatinya terdapat dua jalur menuju puncak, yaitu melalui jalur normal/ reguler dengan menyusuri punggungan di sebelah barat buper Batukuda namun pada kenyataannya banyak juga pendaki yang mencoba melalui jalur di sebelah timurnya yang dikenal dengan “jalur tebing doa”. Mengapa dinamakan Tebing Doa? karena di jalur tersebut kita harus melintasi tebing dengan kemiringan lebih dari 60˚ dan kanan kirinya diapit jurang yang cukup dalam, ketika melintasinya seketika muncul rasa takut akan terjatuh atau sebagainya sehingga kita tidak lepas berdoa sepanjang tebing ini, mengharap keselamatan.
 
Tebing doa


Sebenarnya jalur Tebing Doa bisa dilewati dengan aman apabila kita melengkapi diri dengan peralatan memanjat seperti kernmantel, harness, figure-8, dan carabiner, karena disana sebenarnya sudah tersedia anchor untuk menambatkan tali, dengan peralatan memanjat lengkap dan didampingi oleh teman yang sudah ahli dalam hal artificial climbing justru membuat pendakian melewati jalur ini menjadi mengasyikkan dan menawarkan sensasi tersendiri yang tidak akan didapatkan apabila kita melalui jalur reguler. Saya mendapatkan kesempatan yang sangat langka untuk bisa menggapai puncak Manglayang melalui Tebing Doa ini bersama beberapa teman dengan peralatan climbing standar dan dua teman yang sudah sangat faham teknik artifisial climbing.

Titik start buper Batukuda


Dari lokasi parkir Batukuda, jarak menuju Tebing Doa sekitar 1.5 km menanjak dengan elevasi sekitar 350 meter, lepas dari lokasi bumi perkemahan kondisi  jalur pendakian berubah menjadi ladang – ladang petani di kemiringan lereng, semakin ke atas ladang pun berganti menjadi semak ilalang dan pepohonan bambu, dan lembah di kiri kanan jalur mulai terlihat semakin dalam. Terlihat di kejauhan beberapa tenda berdiri di puncak bukit Papanggungan, salah satu spot  untuk menikmati sunrise menarik yang ada kawasan gunung Manglayang ini selain di spot puncak timur. Pemandangan yang tersaji di sepanjang jalur pendakian cukup membuat mata segar, hamparan pemandangan Bandung selatan terlihat jelas, di kiri kanan lembah yang dalam dipenuhi pepohonan lebat, mereka inilah yang akan selalu menjamin ketersediaan air di kawasan Bandung Timur dan sekitarnya. Setelah 1,5 jam perjalanan tibalah kami di spot Tebing Doa, jalur pendakian seperti buntu dan berakhir di sebuah tebing setinggi sekitar 10m, tegak berdiri dengan kemiringan lebih dari  60ยบ, namun sebenarnya di tebing pertama ini terdapat “chicken way”, yaitu jalur setapak di sebelah barat tebing yang langsung menuju puncak tebing.




Beberapa teman yang memang ingin mencoba mencicipi tebing ini segera mengeluarkan peralatan pemanjatan dan mempersiapkan diri untuk melakukan pemanjatan. Beruntung sudah ada beberapa anchor yang sudah dipasang oleh para pemanjat sebelumnya sehingga memudahkan teman – teman kami untuk memanjat tebing ini, ada 3 orang teman yang melewati tebing ini, sedangkan saya dan 5 orang teman lainnya memilih untuk melewati jalur di sebelah barat dan menunggu teman – teman yang tengah berupaya melewati tebing ini. Sambil menunggu saya melemparkan pandangan ke arah selatan, pemandangan semakin indah tersaji di sini, namun sayang tidak lama kemudian kabut datang menutupinya. Hampir 45 menit teman – kami menaikinya, dan pukul 12 kami semua sudah berada di atas tebing pertama, ini belum habis karena tebing kedua sudah menghadang, dan di sini sudah tidak ada lagi “chicken way” sehingga mau tidak mau kami semua harus menaiki tebing yang kedua ini.


Leader kami sedang melakukan persiapan pemanjatan




Tebing yang kedua ketinggiannya hampir sama namun tingkat kemiringan tidak seekstrem tebing pertama, hanya saja walau tidak semiring tebing pertama, tebing kedua ini hampir tidak memiliki tonjolan batu untuk pegangan atau pijakan, khususnya untuk kami yang sangat awam akan dunia climbing. Teman kami yang sudah faham teknik pemanjatan kemudian menjadi orang pertama yang menaiki tebing ini sekaligus memasang tali pengaman di sepanjang tebing, dan ternyata di tebing kedua inipun sudah terdapat anchor sehingga memudahkan untuk memasang tali.




Setelah semua terpasang sempurna dan aman, satu persatu kami menaiki tebing ini, dengan instruksi yang diberikan kami semua merayap, dan dengan peralatan yang selengkap ini memang mampu memberikan keamanan dan kenyamanan bagi kami khususnya yang awam sehingga kami dengan percaya diri mampu melewati tebing kedua, memakan waktu satu jam untuk kami semua bisa melewati tebing kedua ini, setelah semua berada di atas perjalanan pun dilanjutkan. Uji nyalinya sudah berakhir di sini? Ternyata belum, selepas tebing kedua kami harus berjalan di jalur setapak menanjak selebar kurang dari 75cm, ditambah hamparan bebatuan lepas membuat kami gemetaran ketika melewatinya, di sisi kiri dan kanan jurang menganga dengan kedalaman lebih dari 100 m. dan akhirnya tepat pukul 13.30 akhirnya kami semua tiba di puncak timur gunung Manglayang atau yang dikenal juga dengan Puncak Prisma (1660 mdpl).





Di Puncak Prisma kami beristirahat sekaligus mengisi perut yang sejak tadi minta diisi, hampir 1 jam kami menghabiskan waktu di sini, dan tepat pukul 15.00 kami segera berkemas dan bersiap pulang dengan melalui jalur Batukuda, dan untuk mencapai jalur Batukuda kami terlebih dahulu harus mencapai puncak utama Manglayang (1824 mdpl). Satu persatu kami mulai meninggalkan puncak timur menuju puncak utama, dan mulai melangkah pelan meyusuri jalur menanjak curam, jarak dari puncak timur ke puncak utama sekitar 700 m dengan elevasi ±200 m. pukul 15.45 kami semua tiba di puncak Manglayang, beristirahat sejenak melemaskan otot. 


Foto keluarga di puncak prisma berlatar kabut

Tracklog & elevation profile

Hari mulai mendung, tak lama beristirahat kami segera beranjak turun menuju Batukuda, saya berada di posisi terdepan dan turun agak buru – buru berhubung saya ada rencana lain yang harus diselesaikan hari itu. Hanya berhenti sejenak untuk mengenakan jas hujan melanjutkan perjalanan turun sendirian, tepat pukul 17.00 saya tiba di buper Batukuda, segera membersihkan diri, menyantap makanan ringan sambil menunggu teman – teman yang lain. 20 menit berselang 2 orang teman sampai di Batukuda, saya segera pamit dan langsung meluncur ke Bandung yang semakin beranjak senja.


*foto-foto diambil dari koleksi team "Ayo Nanjak" Bandung


Wednesday, February 21, 2018

TREK UPHILL CANGKRING – GENTONG , TREK EKSOTIS YANG TERSEMBUNYI DI PERBUKITAN BALEENDAH


Setelah sekian lama berkutat dengan trek – trek bersepeda Bandung Selatan yang berada di seputaran Soreang dan Pangalengan, saya seakan melupakan potensi jalur bersepeda lainnya yang masih banyak terdapat di Bandung Selatan. Salah satu trek bersepeda yang cukup menarik untuk dikunjungi adalah trek Cangkring  - Gentong  yang berada di daerah Jelekong, sekitar 5 km arah timur Dayeuhkolot, di jalan raya Laswi/ Baleendah – Ciparay. Trek ini kalah terkenal dibandingkan dengan trek Ciparay – Situ Cisanti, Pangalengan atau Monteng – Kamojang yang sudah melegenda di kalangan goweser. Tapi dengan ketidakterkenalannya bukan berarti trek Cangkring ini tidak cukup menantang, trek ini saya yakin bisa memuaskan hasrat para goweser pecinta uphill, meskipun secara level memang trek ini tidak bisa dibandingkan dengan trek – trek legendaris tadi, tapi saya kira trek ini layak juga untuk dimasukkan dalam list jalur gowes di seputaran Bandung. Level tanjakannya berada di antara Warung Bandrek Bandung Utara dan Kiara Payung di kawasan timur Bandung. Tidak begitu berat memang, tapi tetap layak juga untuk dimasukkan ke dalam agenda para goweser uphill,  atau bagi para goweser Bandung Selatan dan sekitarnya yang sudah merasa bosan atau merasa kejauhan bila harus menjajal trek di utara atau timur Bandung.


Seperti halnya trek Warung Bandrek, Caringin Tilu, Palintang, Batukuda atau Kiara Payung, trek Cangkring  inipun bisa ditempuh dalam waktu yang tidak begitu lama, hanya dengan 4 – 5 jam kita sudah bisa menjelajahi trek ini. Satu kelebihan dari trek ini adalah akses menuju lokasi yang tidak begitu ramai, berbeda dengan kalau kita ingin bersepeda di kawasan yang tadi saya sebutkan di atas. Pun ketika kita bersepeda di treknya, treknya relatif sepi sehingga kita bisa menikmati setiap gowesan kita. Titik start trek ini ada di tiga titik di sepanjang jalan raya Laswi/ Baleendah – Ciparay, yaitu jalan desa Jelekong, jalan Cangkring  dan yang terakhir adalah jalan TPA (tempat pembuangan akhir) Cangkring yang berada sekitar 1 km arah timur Jelekong. Jalur Jelekong  menyatu dengan Cangkring di sebuah pertigaan tepat sebelum jalan menanjak menuju Gentong, tepatnya di depan TPU Cangkring, dan akan menyatu dengan jalur TPA di sebuah persimpangan di kampung Gentong  (±930 mdpl) yang merupakan titik tertinggi dari trek ini.

Terdapat 2 pilihan variasi trek yang ditawarkan jalur ini. Bagi goweser yang ingin mengayuh sepeda dengan santai, sambil menikmati suasana dan pemandangan sekitar, menikmati setiap kayuhan menyusuri tanjakan – tanjakan yang tidak begitu curam dan beraspal mulus, jalur TPA Cangkring  bisa dijadikan pilihan, plus kita bisa mendapatkan “bonus” dengan mengunjungi Curug Cangkring  yang lokasinya berada di tengah – tengah perjalanan menuju Gentong . Sedang bagi goweser yang lebih memilih trek yang lebih menantang dengan tanjakan yang lebih curam ditambah kondisi jalan yang tidak begitu bagus bisa mengambil titik start dari pertigaan Cangkring  atau Jelekong . 

Untuk trip kali ini saya memilih untuk gowes menyusuri jalur TPA dan pulang ke jalur Jelekong, keseluruhan trip ini dari kediaman saya di Margahayu Raya sampai finish kembali ke rumah memakan waktu sekitar 4 jam, cukup singkat, sangat cocok bagi para goweser yang memiliki waktu gowes yang sempit. Sebenarnya dari pertigaan Gentong, perjalanan masih bisa dilanjutkan menuju Arjasari, dan dari sana bisa mengambil finish di Banjaran atau Ciparay. Dari pertigaan Jelekong, di dekat Padepokan wayang Giriharja, sepeda diarahkan menuju timur sekitar 1 km, ke arah pertigaan jalan TPA Cangkring, kemudian belok ke kanan, dan dari sana kemudian sepeda pun mulai menapaki jalan TPA Cangkring. Di awal perjalanan saya belum menemui tanjakan – tanjakan, jalur masih datar, lumayan untuk sekedar pemanasan dan mempersiapkan tubuh kita untuk menghadapi tanjakan di depan sana. Setelah 5 menit gowes, selepas Tugu Selamat Datang di kampung Cilayung barulah saya bertemu dengan satu tanjakan lumayan panjang, namun masih cukup landai. Tanjakan ini berujung di pertigaan menuju Pengolahan Sampah TPA Cangkring , tanjakan selamat datang ini cukup membuat dengkul menjadi panas, keringat mulai bercucuran dan nafas menjadi sedikit lebih cepat. Tiba di ujung tanjakan, saya berhenti sejenak sambil menunggu teman yang masih berjibaku di tanjakan pertama tadi, di depan sana terlihat 1 lagi tanjakan landai tapi cukup panjang, bagus untuk melatih ritme putaran kayuhan (cadence) dan melatih daya tahan/ endurance bersepeda kita. Membutuhkan waktu sekitar 10 menit dengan gowesan santai untuk mencapai ujung tanjakan ini, dan di ujung tanjakan sambil beristirahat kita bisa melemparkan pandangan kita ke arah utara, menyaksikan hamparan persawahan dan bangunan – bangunan terhampar. 


View kota Bandung dari ujung tanjakan TPA

Sekitar 50 meter selepas tanjakan ini bertemulah saya dengan sebuah persimpangan, lurus menuju Gentong, ke kiri menuju komplek perumahan Delima Indah dan ke kanan akan membawa kita menuju Curug Cangkring , sayang rasanya bila gowes ke sini tanpa mengunjunginya, akhirnya saya membawa sepeda berbelok ke kanan menuju jalan menurun menuju Curug Cangkring. Tidak terlalu jauh ternyata untuk menuju ke lokasi curug, sekitar 100 m dari persimpangan jalan TPA, kemudian kita berbelok ke sebuah gang di kanan jalan yang berada tepat di samping sebuah warung. Kondisi jalan berubah menjadi singel trek menurun (sebuah kondisi yang khas/ tipikal apabila kita akan mengunjungi sebuah curug, kita akan selalu menemui turunan – turunan untuk tiba di lokasi curugnya). Dan setelah sekitar 25 m berjalan, sepeda sudah tidak mungkin lagi untuk dibawa, akhirnya sepeda disimpan di satu tempat yang posisinya berada tepat di atas curug, dan kita masih harus menuruni lagi singel trek ini untuk mencapai curugnya. Sekitar 15 meter saya dan teman berjalan menuruninya, akhirnya sampai juga kami di Curug Cangkring  (796 mdpl). Curugnya lumayan tinggi, sekitar 15 m dan terdiri dari 2 buah curug, sekarang kami berada di depan curug pertama, dan curug yang kedua berada di bawah kami. Sayang saat itu debit airnya sangat sedikit, jadi lebih terlihat sebagai sebuah tebing saja. 15 menit kami habiskan waktu untuk beristirahat dan menikmati suasana curug, dan kami pun kembali menuju tempat sepeda tersimpan dan kembali menuju jalan TPA.



Curug Cangkring


Sampai di persimpangan jalan TPA – Curug Cangkring , sepeda kemudian saya arahkan ke selatan menuju Gentong. Kondisi jalan masih beraspal mulus sampai di mulut komplek perumahan Bukit Griya Indah, barulah selepas komplek perumahan tersebut jalan hotmix berubah menjadi aspal curah, dan mulai dari sini juga tanjakan menjadi lebih curam. Dari titik ini jalur sudah mulai mengarah ke barat, berarti tidak lama lagi saya akan sampai ke pertigaan Gentong. Tapi setelah sekitar 10 menit kita mengayuh pedal, di sepanjang kampung Panyawian, kampung terakhir sebelum menuju perempatan Gentong, jalan aspal kondisinya semakin buruk dan di beberapa titik tertutup tanah merah longsoran dari tebing di sekitarnya dan dari limpasan parit – parit yang membawa material tanah merah membuat jalan menjadi licin, apalagi pada malam sebelumnya daerah selatan diguyur hujan yang cukup lebat, sulit mengayuh sepeda di jalan yang licin seperti ini. Dan di satu tanjakan terakhir saya menyerah dan memutuskan untuk TTB saja, ban belakang yang sudah sedikit gundul membuat roda belakang kehilangan traksi dan selalu selip ketika pedal dikayuh. 






Di ujung tanjakan yang berada di sebuah punggungan, kami beristirahat sambil menikmati pemandangan ke arah utara. Sayang saat itu cuaca sedikit berkabut sehingga pandangan tidak bisa lepas menikmati seluruh kota Bandung dan jejeran pegunungan di sebelah utara. Di sini aspal sudah hampir seluruhnya hilang, yang tersisa hanyalah jalan makadam berhias tanah merah, di sini terdapat juga pertigaan yang menuju kampung Rancakole kecamatan Ciparay, trek berikutnya yang harus saya datangi. Dan setelah sepeda melaju sekitar 50 meter mengarah ke barat melalui jalan yang hancur itulah kami akhirnya sampai di persimpangan Gentong - Cangkring  (930 mdpl), di sana terdapat juga sebuah warung, kita bisa beristirahat sambil menikmati cemilan tradisional seperti gorengan dan lontong, cukup untuk mengganjal perut sebelum kita melanjutkan perjalanan pulang. 


View kota Bandung dari titik tertinggi jalur ini

Perempatan Gentong

Persimpangan ini adalah titik tertinggi dari trek uphill Cangkring  – Jelekong, arah timur adalah arah TPA arah yang tadi saya tempuh, arah barat menuju kampung Cipeuteuy – balai desa Pinggirsari dan tembus ke jalan raya Arjasari - Banjaran. Ke arah utara menuju ke kampung Jelekong kemudian menuju jalan raya Laswi, sedangkan ke arah selatan menuju jalan raya Arjasari – Ciparay. Bagi yang masih ingin melanjutkan acara gowesnya bisa mengambil arah ke selatan atau ke barat yang keduanya akan menuju jalan raya Ciparay – Arjasari – Banjaran. Sedang bagi yang ingin menyudahi acara gowesnya bisa mengambil arah utara yang akan membawa kita menuju jalan Laswi/ Baleendah – Ciparay dengan melewati desa Jelekong, daerah tempat lahirnya maestro wayang golek Giriharja, Ki dalang Asep Sunandar Sunarya. Dan di sepanjang jalan desa Jelekong  yang juga merupakan daerah sentra lukisan, sambil gowes kita bisa menyaksikan deretan workshop – workshop lukisan, mungkin ada yang menarik minat kita dan ingin membelinya sekedar untuk buah tangan dari daerah Jelekong  ini, dan jalan desa Jelekong  berakhir di jalan raya Laswi tepat di samping padepokan wayang Giriharja. 

Sedikit saran dari saya, bagi goweser yang ingin mencari trek yang lebih menantang, anda bisa mengambil titik start dari jalan Cangkring , belokannya ada di sebelum pertigaan jalan TPA.  Dari sini tanjakan yang ditemui lebih berat dan curam, meskipun jarak tempuh menuju pertigaan Gentong  lebih dekat dibandingkan dengan jalur TPA. Sedangkan bagi anda yang ingin menggowes sepeda dengan santai sambil refreshing, tanpa harus dikejutkan dengan tanjakan – tanjakan curam, jalur TPA adalah jalur yang cocok bagi anda. Sedangkan untuk pilihan jalur pulang bisa menempuh jalur – jalur yang sudah tadi saya sebutkan di atas. Selamat gowes…..  



Tuesday, February 20, 2018

HAL – HAL YANG PENTING DIPERHATIKAN SEBELUM BERSEPEDA XC

Aktifitas bersepeda seperti juga olahraga luar ruang lainnya tentu saja memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan ketika kita akan melakukannya, khususnya yang berkategori XC atau lebih yang akan membawa kita menjelajahi alam dengan segala karakteristiknya, seperti berbagai kondisi jalur yang dihadapi (makadam, singel trek, dsb) ataupun kondisi alamnya itu sendiri yang seperti faktor cuaca. Persiapan yang kita lakukan sebelum kita melakukan aktifitas bersepeda dengan kategori XC atau lebih tidak cukup hanya mengandalkan fisik dan mental saja, tetapi perlengkapan lain yang berhubungan dengan sepeda kita seperti part sepeda cadangan, toolset portabel, atau yang berhubungan dengan fisik kita seperti makanan, minuman, dan yang kita kenakan saat kita bersepeda seperti sarung tangan/ glove, sepatu, kacamata/ google, jas hujan dan body protector. Semuanya dipersiapkan agar kita mendapatkan kenyamanan sekaligus keamanan saat kita menjelajah alam dengan sepeda kita.



Pertama yang akan kita bahas adalah yang berhubungan dengan sepeda sebagai tunggangan kita, resikonya akan fatal bila diabaikan. Yang wajib kita bawa diantaranya adalah :

  1. Ban dalam cadangan dan pompa portabel. Kita tidak akan pernah tahu kapan ban kita tiba-tiba kempes, adakalanya ketika di jalur offroad yang rentan membuat ban bocor ban kita baik-baik saja, tapi ketika dalam perjalanan pulang, di jalan mulus pula, ban tiba-tiba kempes. Atau kita mengalami snake bite yang sering terjadi ketika melalui jalur offroad khususnya jalur yang berbatu atau makadam. Snake bite terjadi ketika ban menginjak batu yang agak tajam atau meruncing dan mengakibatkan ban dalam sepeda bocor dengan bentuk bocoran 2 lubang yang mirip dengan bekas gigitan ular. Ketika hal tersebut terjadi, kita bisa langsung mengganti ban dalam dengan cadangannya dan dapat kembali melanjutkan perjalanan, tanpa harus panik mencari alat penambal ban atau pun tukang tambal ban yang belum tentu ada di jalur yang kita lalui. 
  2. Hanger/ anting RD (Rear derailleur). Ketika kita bersepeda menembus semak-semak atau di jalur yang banyak terdapat potongan ranting atau dahan seperti saat bersepeda di kebun teh, atau ketika kita bersepeda di jalur tanah merah basah dan berlumpur adakalanya ranting, dahan atau lumpur tersebut tiba-tiba masuk dan terbawa roda kita kemudian mengunci RD, sehingga ketika kita tanpa sadar mengayuh sepeda, RD tersebut akan tertarik ke atas dan otomatis akan membengkokkan atau mematahkan hanger yang menjadi adaptor RD ke frame sepeda kita. Bahkan dalam beberapa kasus hal tersebut dapat membuat RD rontok. Memang apabila kita masih cukup beruntung hanger yang bengkok masih bisa diluruskan lagi meskipun cukup sulit mengingat hanger terbuat dari bahan logam yang cukup kuat, dan kalaupun bisa kembali lurus biasanya kerap terjadi masalah dalam proses shifting/ perpindahan giginya. Apabila sudah tidak dapat diperbaiki lagi maka pilihan terakhirnya adalah membuat sepeda kita menjadi single speed dengan mematikan atau mencopot RD dan menempatkan rantai pada satu gigi saja. Konsekuensinya adalah stamina akan cepat terkuras karena kita harus melanjutkan sisa perjalanan dengan hanya menggunakan 1 speed saja. Untuk menghindari hal tersebut terjadi maka sangat penting untuk membawa hanger RD cadangan, bahkan untuk perjalanan yang bermedan berat dan memakan waktu lama disarankan juga untuk membawa RD cadangan.
  3. Pin dan mata rantai cadangan. Setelah kita menempuh jalur basah dan berlumpur biasanya rantai mengering dan terasa menegang sehingga rawan putus. Atau proses perpindahan gigi yang tidak tepat dan kasar ketika kita memindahkan speed terutama pada saat menanjak bisa juga mengakibatkan rantai putus. Bila dalam perjalanan rantai kita putus maka pin dan mata rantai cadangan akan sangat membantu kita.
  4. Brakepad atau kanvas rem, ketika menempuh jalur terutama jalur basah atau berlumpur atau bersepeda di tengah hujan, aktifitas pengereman dalam kondisi basah membuat brakepad kita akan cepat habis. Lumpur atau pasir halus yang menempel di rotor atau rims seakan menjadi ampelas yang akan menggerus brakepad kita. Kita tentu tidak mengharapkan brakepad habis ketika kita masih di tengah perjalanan, oleh karenanya cukup bijaksana apabila kita membawa brakepad cadangan. 
  5. Senter sepeda, persiapan kalau-kalu kita kemalaman di perjalanan. 
  6. Toolset portabel akan berguna kalau ada part sepeda yang longgar, rusak atau perlu diganti di tengah perjalanan.
  7. Pisau lipat, terlihat seperti mengada-ada melengkapi diri dengan pisau lipat ketika bersepeda. Tapi kita tidak pernah bisa memprediksi hal-hal darurat yang mungkin terjadi dan pada saat itu terjadi pisau bisa menjadi penolong kita. Cukup bijaksana bila kita membawanya ketika kita bersepeda.

RD yang rusak terkena hantaman kayu

Proses penggantian ban dalam yg bocor oleh ban dalam cadangan

Yang kedua yang perlu diperhatikan adalah perlengkapan yang berhubungan dengan diri kita sebagai pengendaranya, hal itu adalah : 

  1. Helm sepeda, ini adalah yang paling utama, karena berhubungan langsung dengan keselamatan kita ketika bersepeda.
  2. Kacamata/ google, sangat berguna pada saat sepeda kita menembus semak belukar, kita dapat berkonsentrasi pada jalur yang kita lalui tanpa khawatir mata kita terkena semak-semak atau ranting pohon yang melintang karena mata sudah terlindungi kacamata/ google. Atau pada saat kita terjatuh, kita tidak dapat mengontrol posisi jatuh, setidaknya mata kita sudah terlindungi oleh kacamata yang kita pakai dari kemungkinan terkena atau tergores sesuatu.
  3. Sarung tangan/ glove, fungsinya melindungi jari-jari kita ketika menembus semak belukar. Penggunaan sarung tangan yang model half atau full finger bisa disesuaikan dengan kondisi jalur yang dihadapi. Apabila jalur yang dihadapi banyak melalui semak belukar, ada baiknya kita memakai sarung tangan full finger sehingga dapat lebih maksimal melindungi jari-jari kita dari kemungkinan terkena duri atau ranting-ranting. Disarankan juga untuk memakai pakaian tangan panjang untuk menghindari tangan kita tergores sesuatu. 
  4. Sepatu, ketika kita melalui jalur offoad, akan lebih nyaman dan aman bila kita mengenakan sepatu dibandingkan dengan apabila kita memakai sandal gunung sekalipun.
  5. Body protector, biasanya terdiri dari pelindung siku, dengkul dan tulang kering akan sangat melindungi kita dari kemungkinan cedera ketika kita bersepeda di jalur menurun, atau juga menjadi pelindung tangan dan kaki kita ketika kita menembus semak-semak.
  6. Jas hujan, ketika bersepeda di musim hujan atau di musim yang tidak menentu dan cuaca yang susah untuk diprediksi seperti saat ini, kita sebaiknya tidak meninggalkan jas hujan ketika bersepeda. Dan jas hujan bisa berfungsi juga sebagai penangkal angin atau dingin ketika kita harus melanjutkan perjalanan di malam hari, terutama ketika melalui jalur menurun.
  7. Makanan dan minuman. Tubuh kita membutuhkan pasokan energi dan air yang cukup ketika bersepeda, ketika kita melalui jalur yang jauh dari keramaian seperti di tengah hutan atau perkebunan akan susah mencari warung penjual makanan, dan pada saat stamina kita menurun, bisa mengonsumsi makanan dan minuman yang kita bawa untuk mengembalikan stamina. Untuk makanan ringan disarankan untuk membawa makanan yang bisa mengembalikan energi seperti biskuit, roti, coklat atau pisang, dan untuk minuman saya pribadi menyarankan untuk membawa air mineral saja. Untuk perjalanan yang estimasi waktunya seharian atau fullday trip disarankan untuk membawa nasi sebagai santapan siang kita di tengah perjalanan. 
Tool standar yang bisa dibawa saat bersepeda 


Hal berikutnya yang harus diperhatikan adalah kondisi sepeda kita. Ada baiknya sehari sebelum bersepeda kita mengecek kondisi dan kesiapan sepeda, seperti tekanan angin, rem, setelan drive train dan lain sebagainya secara menyeluruh, karena di luar hal-hal tersebut di atas ada saja kejadian-kejadian yang di luar perkiraan kita, seperti seatpost patah, pedal copot, jari-jari roda putus dan lain sebagainya. Untuk lebih meyakinkan, lebih baik mengecek kondisi sepeda ke bengkel sepeda langganan kita. 

Selanjutnya persiapkan dan rencanakan rute yang akan kita jelajahi. Penting juga bagi kita untuk mengetahui dan memiliki gambaran atau informasi tentang jalur yang akan dijelajahi seperti daerah tempat jalur itu berada, jalan menuju ke jalur tujuan, kondisi jalur, komposisi tanjakan-turunan dan estimasi waktu tempuh. Kita bisa mencari tahu hal tersebut dengan bertanya kepada komunitas-komunitas sepeda yang sudah mengenal jalur yang akan kita jelajahi, atau mungkin dengan mengajak teman yang sudah pernah menjelajahi jalur tersebut. Bagi yang memiliki perangkat GPS bisa mencari tracklog (rekaman data jalur yang dilalui dari suatu trip) yang biasanya mudah didapatkan di dunia maya, kemudian menjelajahi jalur tersebut dengan berpedoman pada tracklog yang sudah didapatkan sebelumnya. Atau bisa juga langsung menjelajahi jalur tersebut dengan berpegang pada perangkat GPS tanpa harus berpedoman pada tracklog yang ada.

Dan setelah segala sesuatunya siap, kita pun siap untuk bersepeda XC menjelajahi alam sekitar. Ketika bersepeda ingatlah untuk selalu menghormati alam dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak merusak pepohonan atau hal-hal lain yang merusak alam sekitar, nikmatilah setiap gowesan kita dan keindahan alam yang tersaji di sekeliling kita. Tetaplah untuk selalu berpegang kepada prinsip dan etika penjelajahan yaitu, "jangan meninggalkan apapun kecuali jejak, jangan mengambil apapun kecuali foto dan jangan membunuh apapun kecuali waktu". Selamat bersepeda…!!!


Dimuat di HU Pikiran Rakyat edisi 1Juli 2012