Trek Gunung Puntang, di
kecamatan Cimaung salah satu trek sepeda offroad
yang sangat sayang untuk dilewatkan, terutama bagi para goweser pecinta XC dan
XC trail dengan sajian tanjakan
dan turunan menantang di sepanjang
jalurnya. Dikatakan menikmati sensasi roller
coaster Dikatakan menikmati sensasi roller
coaster karena selama perjalanan sejauh kurang lebih 13 km menyusuri lereng
– lereng pegunungan Malabar kita akan disuguhi trek yang sangat variatif mulai
dari trek mendatar, tanjakan – tanjakan dan turunan – turunan yang berkontur
landai maupun curam, lurus atau dihiasi belokan tajam, dengan panjang tanjakan
atau turunan yang beragam yang akan membuat kita harus mengeluarkan seluruh kemampuan
fisik, mental dan skill bersepeda
kita ketika melaluinya, apalagi apabila menyusurinya dalam kondisi trek basah
selama musim penghujan. Padahal bila dilihat dari keseluruhan trek offroad ini dari titik start di gerbang buper Gunung Puntang di
ketinggian ±1.285 mdpl sampai titik finish
di kampung Kiarapayung di ketinggian ±1.015 mdpl, elevasi dari trek offroadnya hanya sekitar 250 m, namun
kontur pegunungan Malabar-lah yang menjadikan kondisi trek ini sangat variatif.
Dan di samping itu, di sepanjang perjalanan, mulai dari Cimaung sampai pada
saat menyusuri trek offroad kita akan
mendapatkan beragam kejutan, terutama bagi para goweser yang sudah biasa gowes
di tempat lain namun pertama kali menginjakkan kakinya di sini, perjalanan
menyusuri trek ini akan menjadi pengalaman yang sangat mengesankan, karena
sangat sulit ditemui di trek lain. Kejutan – kejutan apa saja itu? Nanti akan
kita ulas di paragraf – paragraf berikutnya.
Untuk mencapai titik start trek ini di gerbang buper Gunung
Puntang, kita bisa menempuh rute Banjaran – Cimaung, dilanjutkan dengan
menempuh jalan aspal menanjak sejauh 8 km menuju buper Gunung Puntang. Jalur
aspal Cimaung - buper Gunung Puntang sendiri merupakan jalur uphill favorit di daerah Bandung Selatan
yang cukup banyak dikunjungi para goweser setiap akhir pekannya. Bagi yang
memiliki stamina prima, menuju titik start trek offroad Gunung Puntang ini bisa dicapai dengan mengayuh sepeda
melaui rute – rute seperti tersebut di atas. Opsi lainnya yaitu menggowes
sepeda dulu menuju pertigaan Cimaung dengan mencicipi tanjakan Kiang Roke yang
landai namun cukup panjang, kemudian me-loading
sepeda kita dari pertigaan Cimaung
menuju buper Gunung Puntang bisa juga dijadikan alternatif. Atau kita bisa juga
memilih untuk loading langsung dari Bandung menuju gerbang buper
Gunung Puntang. Saya dan teman – teman ingin menghemat tenaga dulu supaya lebih
maksimal ketika menyusuri trek offroad-nya
memilih opsi kedua, gowes dulu sampai Cimaung untuk pemanasan, dilanjutkan
dengan me-loading sepeda dari pertigaan Cimaung gerbang buper
Gunung Puntang.
15 menit berlalu, pukul
09.45 saya dan teman – teman sampai di dekat gerbang buper Gunung Puntang,
tepatnya di depan sebuah taman wisata. Kejutan pertama adalah ongkos loading yang murah, satu unit mobil pick up berkapasitas 15 orang bersedia
mengangkut kami dari Cimaung sampai gerbang buper hanya dengan ongkos 150 ribu
saja, setelah dibagi dengan jumlah teman – teman yang ikut gowes pada
kesempatan kali ini sebanyak 16 orang, jumlah iuran per-orangnya cukup membuat
terkejut teman – teman goweser yang biasa loading
di daerah Bandung Utara dan
sekitarnya. Satu – per satu sepeda pun diturunkan dari mobil kemudian dicek
kembali sistem pengereman, shifting,
dan tekanan bannya untuk memastikan semuanya dalam kondisi baik ketika kami
mulai memasuki trek offroad. Ini
untuk meminimalisasi kemungkinan gangguan yang mungkin terjadi selama
perjalanan, mengingat trek yang dihadapi sangat beragam mulai dari tanjakan,
turunan baik yang berupa trek tanah maupun makadam yang pastinya akan membuat
sepeda kita bekerja keras. Setelah semuanya oke, satu per satu sepeda pun mulai
memasuki singel trek mengarah ke utara memasuki hutan pinus. Sedikit turunan di
awal trek dengan kondisi tanah yang becek sedikit berlumpur mulai membangkitkan
semangat kami menggowes, semangat ini akan sangat dibutuhkan untuk menghadapi tanjakan di
depan yang sudah menghadang. Dengan stamina yang masih segar, tanjakan basah
nan licin ini bisa dilalui tanpa harus dengan “tuntun bike” atau TTB, namun
memang dibutuhkan kemampuan teknik pedalling
dan handling sepeda yang bagus
apabila ingin melewati tanjakan ini dengan mulus. Ada beberapa yang bisa
melewati tanjakan becek ini dengan mulus, tapi ada juga yang gagal dan akhirnya
memilih ber-TTB untuk melewatinya.
10 menit berlalu, setelah
menyusuri trek yang cukup datar, tibalah kami di sebuah turunan yang lumayan
panjang dan curam, kami menamai turunan ini Turunan Kopi, karena ujung turunan
ini berada di rerimbunan pohon – pohon kopi hasil program PHBM beberapa tahun
lalu. Sebenarnya turunan ini akan sangat enak untuk dilalui ketika kering atau
sedikit basah, apabila kondisi trek sangat basah, selain tanah merah akan
terbawa ban sepeda dan tersangkut di fork
atau chainstay yang akhirnya akan
mengunci sepeda kita, juga di beberapa tempat kondisi trek menjadi sangat
licin, siap menjatuhkan kita dari sepeda. Turunan kopi saat itu lumayan bersahabat, basah tapi tidak
berlumpur, cukup enak untuk memacu sepeda, dengan dihiasi beberapa belokan
cukup tajam, sayang rasanya kalau tidak mencoba untuk memacu adrenalin di turunan
ini sampai ke ujungnya di rerimbunan pohon kopi, asal tetap berkonsentrasi
mengendalikan sepeda supaya roda tidak masuk ke monorel dan membuat kita
terjerembab mencium tanah. Biasanya di rerimbunan pohon kopi ini kami
beristirahat cukup lama, selain untuk membersihkan tanah yang tersangkut di fork atau chainstay, juga untuk re-grouping,
namun karena kali ini trek cukup bersahabat, sepeda masih “relatif bersih” kami
pun langsung melanjutkan perjalanan tanpa jeda dulu di spot ini.
Kejutan berikutnya sudah
menanti di depan kami, 10 menit kami berjalan meninggalkan turunan kopi kami
pun bertemu dengan trek yang sebenarnya adalah sebuah parit berair cukup jernih
dan deras, kali ini kita akan mengayuh sepeda melalui parit sepanjang ± 25 m,
asyik sekali mengayuh sepeda melintasinya, namun harus tetap berhati – hati
karena di sekitar parit banyak terdapat kerikil lepas yang akan mengganggu handling sepeda kita, bahkan tidak
mungkin akan membuat kita terjatuh. Mengayuh pedal melintasi parit berair ini
menjadi kejutan sekaligus pengalaman berkesan terutama bagi para goweser yang
pertama kali menginjakkan kakinya di trek ini. Hiburan yang tersaji masih
berlanjut, ujung dari parit ini adalah sebuah turunan yang cukup menantang yang
berujung di sebuah sungai. Ketika menuruninya sebaiknya kita menunduk saja
memperhatikan arah dan mengendalikan laju sepeda, menikmati sepeda yang
meluncur turun dimainkan gravitasi, jangan dulu mengangkat kepala karena kalau
kita mengangkat kepala maka akan terlihat di depan kita sebuah tanjakan siap
menanti, jangan sampai kenikmatan kita meluncur turun harus terganggu karena
melihat tanjakan yang akan dihadapi berikutnya.
Setelah melintasi sungai
kecil tadi tibalah kita di mulut tanjakan, cukup panjang dan berbelok di
ujungnya. Di ujung belokan itu ada spot yang cukup luas dan nyaman untuk kita
beristirahat sejenak mengatur nafas. 10 menit kami tertatih – tatih menuntun sepeda
melewati tanjakan ini. Pukul 10.25 kami tiba di ujung tanjakan, sebuah tempat
yang cukup nyaman, luas dan teduh karena dipayungi rerimbunan pohon – pohon
pinus, kami pun beristirahat dan re-grouping.
Beberapa teman segera membuka bekal makanan kecil dan snack untuk sekedar mengganjal perut yang mulai lapar. Kami belum
akan membuka bekal makan siang di sini, karena sesi makan siang akan menjadi
kejutan penutup di akhir perjalanan sesuai dengan yang sudah direncanakan sejak
jauh – jauh hari.
10 menit kami beristirahat
di sini dan kami pun kembali melanjutkan perjalanan menuju spot berikutnya
yaitu Tanjakan Langit 1, yang biasanya menjadi titik pertemuan dari beberapa
jalur yang ada di trek offroad Gunung
Puntang ini, terutama bagi para motocrosser.
Untuk menuju Tanjakan Langit ini kami akan disuguhi trek menurun yang cukup
panjang dan menantang, apabila sedang kering trek ini seakan menjadi surga bagi
para goweser pencinta turunan/ downhill,
mereka akan memacu sepeda mereka melahap turunan – turunan menantang menuju Tanjakan
Langit. Sebelum menuju ke turunan tersebut kami harus menyusuri dulu trek mendatar
dengan diselingi beberapa tanjakan dan turunan landai. Fisik yang sudah agak
melemah menjadikan perjalanan menjadi agak melambat, mental mulai agak bermain
di sini. Namun rasa lelah cukup terobati dengan indahnya pemandangan sekitar
yang menghijau, eksotisme lereng – lereng curam, dan segarnya udara pegunungan Malabar.
15 menit kami menempuh jalur tersebut sebelum akhirnya kami sampai juga di di
mulut turunan. Segmen pertama dari turunan ini adalah sebuah turunan curam di
bawah rimbunnya pohon – pohon pinus. Treknya meliuk – liuk melintasi akar –
akar yang dihiasi guguran daun pinus, ditambah kondisi tanah yang basah akan
sedikit menegangkan pastinya melintasi segmen pertama dari turunan ini.
Berbekal nyali saja rasanya tidak akan cukup untuk bisa membawa sepeda melewati
trek di sela – sela pepohonan, karena roda sepeda kita akan menginjak tanah
basah dan akar – akar licin ditambah guguran daun. Harus disertai dengan
konsentrasi dan kemampuan mengendalikan sepeda yang baik untuk bisa melewati
turunan ini dengan mulus. Setelah
melewati rerimbunan pohon pinus kondisi trek menurun ini menjadi agak
bersahabat, karena dari sini trek menjadi terbuka sehingga sinar matahari bisa
leluasa masuk dan membuat trek menjadi sedikit kering, dari sini kami pun
memacu sepeda menuju sebuah persimpangan yang kedua – duanya sama menuju ke Tanjakan
Langit, namun dua trek menurun ini menawarkan karakteristik turunan yang
berbeda. Jalur yang mengarah ke kiri tipikal turunannya pendek – pendek dan
curam, dihiasi beberapa belokan tajam, sangat cocok bagi para goweser yang
menyukai turunan yang penuh tantangan. Apalagi dalam kondisi trek basah seperti
saat ini, dalam kondisi kering pun trek ini sama menantangnya, karena tanah
yang kering menjadi gembur dan lepas, sama memberi efek licin ketika
melintasinya. Sedangkan turunan yang mengarah ke kanan menyajikan karakteristik
turunan tidak begitu curam namun panjang dan minim belokan tajam. Kami
mengambil jalur kanan karena kebetulan saja kami sudah lama tidak mencoba
turunan itu, sepeda – sepeda meluncur cepat melintasi turunan mengasyikkan itu.
10 menit kami dimanjakan turunan – turunan tersebut sebelum akhirnya sampailah
kami di Tanjakan langit yang memiliki ketinggian ±1.230 mdpl.
Spot Tanjakan Langit adalah
sebuah dataran cukup luas dan datar di ujung tanjakan terjal yang dikenal
dengan nama Tanjakan Langit, disini juga terdapat saung bambu yang terkadang
dijadikan warung makanan. Tempat ini menjadi tempat beristirahat para crosser sekaligus untuk mendinginkan
mesin motor mereka sehabis menjajal terjalnya tanjakan ini, terutama bagi para crosser yang mengambil start dari Ciapus atau daerah – daerah
di bawah lokasi Buper Gunung Puntang. Kami para goweser juga menjadikan tempat
ini sebagai tempat beristirahat karena tempatnya cukup luas, sehingga leluasa
untuk sekedar menjadi tempat beristirahat juga sebagai tempat untuk mengecek
lagi kondisi sepeda setelah melahap trek sebelumnya. Sekitar 10 menit kami
berhenti di tanjakan langit untuk beristirahat dan memeriksa kembali kondisi
sepeda masing – masing, khususnya pada sistem pengereman, drivetrain dan tekanan ban setelah sebelumnya sekitar 1 jam lebih sepeda
kami “siksa”. Setelah semua siap kami pun kembali melanjutkan perjalanan menuju
Tegal Caang, kondisi trek yang dilalui masih berupa turunan panjang dengan
belokan – belokan landai dihiasi dengan sembulan akar – akar pinus dan monorel.
Untungnya saat kami melintasinya, kondisi trek agak lebar, mungkin beberapa
waktu ke belakang ada yang membersihkan pinggiran trek ini. Dengan kondisi ini
kami bisa mengarahkan sepeda ke pinggiran trek untuk menghindari jebakan monorel
. 5 menit berlalu dan sekitar pukul 11.15 sampailah kami di Tegal Caang, sebuah
spot yang cukup indah karena berada di ujung punggungan, sehingga kita dapat
menikmati pemandangan di arah barat, yang terhampar di kejauhan pemandangan
kota Soreang, Banjaran, Baleendah dan sekitarnya. Di sini juga terdapat
persimpangan, yang mengarah ke barat menuruni punggungan akan yang membawa kita
ke Ciapus kota Banjaran, dan ke arah utara yang akan kami tuju adalah arah
menuju kampung Cigentur Batukarut. Kembali kami berhenti di sini untuk re-grouping dan mengabadikan pemandangan
indah di hadapan kami yang sangat sayang untuk dilewatkan. Di sini kami
mengumpulkan tenaga, mengembalikan stamina yang sudah melemah, untuk menempuh
perjalanan berikutnya menuju tanjakan langit 2, trek kebun kopi yang menanjak
dan berbatu – batu, tanjakan mata air, rawa dan tanjakan hutan bambu sebelum
akhirnya kami akan disuguhi sajian terakhir berupa turunan sangat panjang
sampai di titik finish di Batukarut
plus beberapa kejutan lain yang telah siap menanti kami.
Kami pun kembali melanjutkan
perjalanan menuju tanjakan langit 2, sebuah tanjakan terjal dan panjang dengan
1 belokan tajam di tengahnya, kembali menanjak menuju ujungnya. 15 menit kami
berjibaku melewati tanjakan ini, dan sesampainya di ujung tanjakan kami hanya
berhenti sekitar 5 menit saja sekedar untuk mengatur nafas yang terengah –
engah, karena di ujung tanjakan tidak ada tempat yang cukup luas untuk
beristirahat juga karena waktu yang semakin beranjak siang sedangkan kami harus
mengejar waktu untuk makan siang di lokasi yang sudah direncanakan sebelumnya.
Dari ujung tanjakan kondisi trek relatif datar meskipun ada di beberapa titik
sedikit menanjak, tapi di sepanjang trek
ini kami bisa mengayuh pedal sepeda dengan leluasa menuju sebuah pertigaan di
sebuah sungai yang mengering. Dari sini terdengar raungan motor – motor cross yang juga tengah melintasi trek
ini, pada jarak beberapa puluh meter di depan, kami pasti akan berpapasan
dengan mereka. Lalu sepeda kami arahkan
ke kanan memasuki kebun kopi bawah rimbunnya pohon – pohon pinus, trek sedikit
menanjak dan di sepanjang treknya banyak terdapat batu – batu besar sehingga
sepeda tidak bisa lagi kami naiki, kami semua ber-TTB melewati kebun kopi ini.
Selepas kebun kopi spot yang
dituju berikutnya adalah mata air, dan selama perjalanan menuju mata air kami sempat
berpapasan dan berhenti di beberapa titik memberi jalan kepada beberapa
rombongan motocross yang juga
melintasi trek yang kami lalui. Untuk menuju spot mata air kami harus melewati
1 tanjakan terjal, panjang tanjakan sekitar 15 m, tapi karena kondisinya basah
dan berlumpur, melewati tanjakan ini terasa sangat menyiksa. Ketika langkah -
langkah menapaki tanjakan, kaki seakan tidak mendapatkan pijakan, pasti melorot
lagi. Ditambah lagi harus menuntun sepeda, semakin bertambah penderitaan kami,
beberapa teman mencoba untuk memanggul sepeda, namun ternyata itu pun bukan
opsi yang bagus untuk melewatinya. Fisik dan mental prima kembali bermain di
sini, ditambah dengan kerjasama yang solid kami saling membantu berusaha
melewati tanjakan ini. Kami pun berjajar di pinggiran tanjakan di tanah yang
masih agak berumput dan memiliki undakan, satu per satu sepeda kami estafetkan
sampai ke ujung tanjakan, 15 menit kami harus berjuang untuk melewati tanjakan
yang “hanya” berjarak 15 m saja. Tapi
satu kejutan sudah menanti di hadapan kami, di ujung tanjakan, itu yang membuat
kami bersemangat untuk segera melewati tanjakan berlumpur ini. Sebuah mata air
di ujung tanjakan, tepat di bawah trek yang kami lewati siap menyegarkan
kerongkongan dan badan kami yang lelah disiksa tanjakan. Setiba di ujung
tanjakan, beberapa teman bergegas menuruni tebing setinggi sekitar 5 m menuju
sumber mata air yang berada di celah bebatuan, dari celah itu mengalir air yang
sangat jernih, membuat tergoda kami untuk segera meminumnya. Satu per satu
botol – botol air minum diisi penuh, dan kemudian mengalirlah air murni
pegunungan malabar membasahi kerongkongan, membuat kami seakan mendapatkan kembali
tenaga baru untuk menyelesaikan trip ini. Sekali lagi, bagi goweser yang
pertama kali ke sini, suguhan air segar alami langsung dari sumbernya akan
menjadi pengalaman yang mengesankan dan sulit untuk dilupakan.
10 menit kami berhenti di
sini, kemudian kami melanjutkan perjalanan kembali, dan langsung berhadapan
dengan tanjakan berlumpur yang tipikalnya mirip sekali dengan tanjakan di bawah
mata air tadi. Berbekal pengalaman melewati tanjakan pertama, kami pun langsung
membuat formasi berjajar di sepanjang sisi tanjakan untuk mengestafetkan sepeda
– sepeda, untuk kali ini kami juga menggunakan seutas tambang sebagai alat
tambahan sehingga kami bisa lebih cepat dan lancar menaklukkan tanjakan lumpur
kedua ini. Spot berikutnya yang kami lalui adalah rawa, trek di sini menurun,
memasuki lahan basah yang mirip rawa, kemudian menanjak landai dan sedikit
jalur mendatar menuju hutan bambu. Dengan memasuki hutan bambu ini berarti kami
sudah berada di bagian akhir dari singel trek Gunung Puntang. Mulai dari sini trek
seluruhnya menurun, diawali singel trek menuju bendungan, dilanjutkan dengan
trek makadam di hutan pinus dan ladang penduduk menuju kampung Kiara Payung,
dan diakhiri dengan jalan aspal menurun menuju Batukarut.
Pukul 12.45 ketika perut
sudah semakin menjerit minta segera diisi, satu per satu pun meluncur
meninggalkan hutan bambu memasuki singel trek menurun bertanah basah nan licin
di antara rerimbunan pepohonan Kaliandra. Beberapa teman terjerembab mencium
tanah terkena jebakan monorel, namun semua tetap gembira dan menikmati sensasi
yang disajikan turunan ini. Selepas sebuah pertigaan, kondisi trek menjadi agak
kering karena tidak lagi dipayungi rerimbunan pohon kaliandra, kami semakin
memacu sepeda menuju ujung singel trek di sebuah pertigaan. Semua tiba di
pertigaan di mulut trek makadam dengan wajah – wajah gembira setelah disuguhi
turunan sebelumnya. Kami kemudian mengambil arah kiri di pertigaan tadi menuju
kejutan terakhir, yaitu istirahat dan makan siang di pinggir bendungan
berlatarkan sisi utara pegunungan Malabar. Kami bergegas mengayuh sepeda menuju
bendungan, dan wajah – wajah gembira itu terlihat semakin sumringah melihat kejutan
terakhir dari perjalanan menyusuri trek offroad
Gunung Puntang ini.
Pukul 13.00 kami pun tiba di
bendungan yang memiliki ketinggian ±1.190 mdpl ini, setelah mendapatkan lokasi
yang cukup nyaman di pinggir bendungan kami semua memarkir sepeda – sepeda dan
segera membuka dan kemudian menikmati bekal makan siang dengan lahap. Rasa
gembira dan kepuasan seakan berlipat – lipat, tanjakan – tanjakan terjal seakan
terlupakan setelah dimanjakan dengan turunan – turunan, segarnya meminum air
dari mata air, dan sekarang ditutup dengan makan siang bersama di bendungan
yang cukup indah dan sunyi ini. Ini masih belum cukup, di akhir perjalanan
turunan panjang masih menanti kami. Hampir 1 jam kami berada di tempat ini,
sekitar pukul 13.55 kami pun beranjak meninggalkan bendungan indah nan sunyi
ini untuk menuntaskan perjalanan. Turunan makadam panjang dari pertigaan
bendungan – ujung singel trek menuju pinggiran hutan pinus, berlanjut menuruni
makadam di tengah ladang – ladang penduduk menuju ujung trek offroad di kampung Kiara Payung,
kemudian ditutup dengan menyusuri jalan aspal menurun sejauh ± 3 km menuju
titik finish di kampung Cigentur Batukarut yang berketinggian ± 730 mdpl, dari
bendungan sampai kampung Cigentur secara keseluruhan kami akan meluncur turun
dengan elevasi ± 460 m, sangat mengasyikkan.
Satu per satu sepeda
meluncur turun di trek makadam hutan pinus menuju ladang penduduk dan kemudian
memasuki jalan aspal di kampung Kiara Payung. Di kampung Kiara Payung kami
berhenti sejenak untuk re-grouping,
dan kembali melanjutkan perjalanan meluncur menyusuri jalan aspal menurun yang
relatif mulus menuju kampung Cigentur. Sekitar pukul 14.15 kami tiba di kampung
Cigentur, setelah re-grouping sekali
lagi kami pun beranjak meninggalkan kampung Cigentur memasuki jalan Banjaran –
Arjasari menuju jalan raya Banjaran, dan pulang ke rumah masing – masing dengan
membawa berjuta momen dan pengalaman berkesan selama menyusuri trek roller coaster Gunung Puntang – Batukarut
ini.
No comments:
Post a Comment