Saturday, May 31, 2014

NIKMATNYA MENYUSURI TREK XC PERKEBUNAN KERTAMANAH PANGALENGAN


            Kawasan Pangalengan di Bandung Selatan yang berada di dataran tinggi dengan ketinggian rata-rata ±1500mdpl, dihiasi dengan jejeran perbukitan di sekelilingnya menawarkan pemandangan yang indah dan eksotis dan masih sangat alami. Keindahannya mengundang banyak wisatawan datang berkunjung ke sana, banyak obyek wisata terdapat di pangalengan, seperti Situ Cileunca, pemandian air panas Cibolang dan lain-lain. Belum lagi hamparan perkebunan teh milik PTPN VIII yang sangat luas menawarkan beragam atraksi wisata yang sangat menarik seperti outbond, teawalk, hiking dan bersepeda. Bersepeda adalah kegiatan yang akan saya bahas karena kebetulan saya sempat beberapa kali merasakan sensasi yang luar biasa menantang dan menyenangkan saat bersepeda cross country/ XC di kawasan perkebunan teh Pangalengan.

            Salah satu lokasi yang sangat menantang dan menarik untuk melakukan kegiatan bersepeda, salah satunya berada di sekitar Perkebunan Kertamanah PTPN VIII, mulai dari pintu masuk dari daerah Elos sampai ujung jalan aspal di lereng utara Gunung Wayang terbentang jalan mulus menanjak dan menurun membelah perkebunan teh, siap untuk ditaklukkan oleh para goweser onroad dan pencinta uphill. Belum lagi suguhan tanjakan dan turunan-turunan ekstrem di trek-trek offroad siap memanjakan para goweser offroad penyuka trek XC dan XC trail.  

            Setelah sebelumnya saya menjajal eksotisme trek XC Kertamanah – Situ Cisanti – Malabar, rute gowes saya kali ini sepenuhnya menyusuri perbukitan di sekitar perkebunan Kertamanah, dengan mengambil start di daerah Campaka, sekitar 250 m sebelum pabrik pengolahan teh Perkebunan Kertamanah, dan finish di kampung Bojong Waru , sekitar 500 m sebelah timur jalan raya Bandung Pangalengan, dengan jarak tempuh sekitar 16 km. Kondisi trek 90 % single trek tanah dan makadam, dan 10 % jalan makadam dan jalan aspal. Komposisi trek sekitar 30% tanjakan dan 70% turunan, titik tertinggi dari jalur ini berada di ketinggian ±1770 mdpl. Tantangan pertama yang harus dihadapi sekaligus “ucapan selamat datang” di awal trek ini, sesaat setelah meninggalkan daerah Campaka adalah single trek menanjak curam yang cukup panjang, membelah hamparan pohon-pohon teh, di tanjakan pertama ini beberapa goweser sudah langsung kewalahan menaklukkannya, dan lebih memilih untuk ber-TTB menuntaskan tanjakan di tengah pepohonan teh ini. Tiba di ujung tanjakan ini rupanya tantangan belum berakhir, di depan saya tanjakan panjang masih menghadang, demi menghemat tenaga, saya beristirahat sejenak di ujung tanjakan pertama sambil mengabadikan perjuangan kawan-kawan yang tengah bersusah payah menuntaskan tanjakan selamat datang ini. Perjalanan dilanjutkan kembali, saya pun kembali berjuang dengan susah payah menaklukkan tanjakan ini meskipun harus beberapa kali berhenti untuk menarik nafas, dan akhirnya saya bisa sampai juga di ujung “tanjakan selamat datang” ini.

     Ujung dari tanjakan ini adalah sebuah perempatan, lurus dan kembali menanjak menyusuri ladang-ladang akan membawa kita menuju hutan, ke arah timur adalah bagian dari singel trek rute Curug Panganten (yang akan saya bahas di tulisan saya berikutnya), dan arah yang akan saya tuju adalah turunan yang mengarah ke utara. Bertemu turunan, artinya adalah mengobati rasa lelah sehabis menaklukkan tanjakan tadi, segera saja saya dan kawan-kawan meluncur menuruninya, menikmati naiknya adrenalin ketika sepeda kita dengan kecepatan tinggi melewati turunan ini. Ujung dari turunan ini adalah sebuah sungai, dan trek yang dihadapi berikutnya adalah tanjakan yang agak “bersahabat”, dan tanjakan ini berakhir di jalan aspal yang akan mengantarkan saya menuju singel trek berikutya yang tidak kalah menantang. Ternyata sang pemandu sengaja membawa saya dan kawan-kawan sedikit memutar dengan tujuan memang untuk memberikan ucapan selamat datang kepada kami. Jaraknya menjadi lebih jauh, tapi menurut saya trek yang memutar ini menjadi lebih berkesan dibandingkan dengan harus menyusuri jalan aspal menanjak dari Campaka menuju singel trek berikutnya, yang titik awalnya berada di ketinggian ±1770 mdpl, sekaligus menjadi titik tertinggi dari keseluruhan rute ini.  

Jalan aspal menanjak sejauh sekitar 500 m harus dilalui untuk mencapai titik pemberhentian berikutnya ini cukup berat, tapi sajian pemandangan yang sangat indah membuat perjalanan menempuh jalan menanjak ini menjadi tidak terlalu berat, sebelum saya kembali menghadapi turunan panjang dan menantang, disertai beberapa obstacle yang cukup menguji skill dan mental. Akhirnya sampailah saya di sebuah pertigaan, kemudian berbelok ke kiri memasuki sebuah dataran yang agak luas. Di titik ini, pemandangan yang tersaji sangat indah, bagus juga sebagai tempat beristirahat, dan berfoto-foto, sambil menunggu kawan-kawan yang lain yang masih berjuang menuntaskan jalan aspal menanjak tadi. Di hadapan saya terlihat Situ Cileunca yang berlatar perkebunan teh Riung Gunung dan jejeran perbukitan Cagar Alam Gunung Tilu, hamparan perkebunan teh Malabar, Kertamanah, pipa-pipa gas penyalur panas bumi terlihat meliuk-liuk di sela-sela perbukitan dan pepohonan teh, hembusan uap berhembus tanpa henti dari PLTP Wayang Windu yang terlihat seperti menempel di dinding lereng Gunung Wayang, cantik sekali, sebuah sajian landscape yang begitu indah dan sempurna. Satu persatu kawan-kawan tiba di peristirahatan ini, setelah beristirahat sambil tidak lupa mengambil beberapa foto kami pun melanjutkan perjalanan menuju trek menurun berikutnya. Trek yang saya hadapi selanjutnya ini sangat menantang dan menguji keahlian kita mengendalikan sepeda, yang pertama dilalui adalah trek bergelombang, dengan konsentrasi tinggi, cukup asyik juga melewatinya dengan kecepatan sedang, trek berikutnya adalah sebuah trek yang saya namai “walungan saat” atau sungai kering, trek ini sebenarnya mengasyikkan, ada berm (belokan tajam), dilanjutkan dengan turunan panjang. Tapi karena gerusan air hujan membuat tanah di sebagian trek ini terkikis dan hanya menyisakan ceruk-ceruk dalam dan batu-batu cukup besar mencuat di permukaan, butuh handling yang prima untuk melewatinya, beberapa kali saya harus menuntun sepeda melewati ceruk yang dalam atau melewati batu yang lumayan besar. Beberapa teman ada yang terjungkal karena ban depan sepedanya terkunci karena tidak bisa melewati batu atau ceruk tadi, cukup melelahkan menyelesaikan trek ini. 

Perjuangan menuruni trek walungan saat ini tidak sia-sia, karena yang akan dihadapi berikutnya adalah singel trek turunan panjang nan mulus, payback time. Inilah kesempatan saya untuk mengganti semua rasa kesal setelah sebelumnya menempuh trek aspal menanjak dan merayap trek walungan saat, sepeda pun segera dipacu menuruni turunan ini. Ujung dari turunan ini adalah adalah sebuah pertigaan dan lapangan kecil, ke arah kiri akan membawa kita ke jalan aspal Pangalengan – Kertamanah, jalur yang diambil adalah kembali sebuah turunan dan sedikit tanjakan menuju sebuah makam tua yang dipayungi pohon beringin besar. Setelah re-grouping di pertigaan tersebut, kembali perjalanan dilanjutkan menuju makam tua tadi. Makam ini berada di sebuah bukit kecil tepat di belakang mess/ rumah dinas administratur perkebunan Kertamanah, di makam ini kami kembali berhenti sejenak untuk melihat makam ini. Makam ini adalah makam seorang Belanda  administratur perkebunan Kertamanah bernama Gerard Alfred Cup, dari nisannya tertera beliau ini lahir tahun 1911 dan wafat tahun 1973. Setelah sejenak melihat-lihat makam ini, perjalanan kembali dijanjutkan, sebuah pemandangan yang sangat menawan menyambut saya dan kawan-kawan, singel trek mendatar di di tengah-tengah hamparan perkebunan teh berlatar Gunung Tilu siap memanjakan kami, sebuah turunan panjang kembali menyambut, dan sepeda-sepeda pun meluncur melahap turunan yang sangat mengasyikkan ini, meskipun ada insiden seorang teman yang terjun ke sungai yang  posisinya sekitar 3 m di bawah trek yang dilalui, cukup mendebarkan juga.

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, kami semua kembali mengayuh sepeda, kembali menuju sebuah turunan panjang yang berakhir di sebuah pertigaan. Berbelok ke kanan menuju jalan aspal kampung Cinyiruan, sedangkan ke kiri menuju makadam menanjak masuk kembali ke hamparan perkebunan teh menuju sebuah tempat yang dinamakan oleh para penduduk sekitar dengan sebutan “saung koboy”, disanalah spot berikutnya yang akan dituju, untuk beristirahat dan membuka bekal makan siang. ¾ perjalanan sudah terlalui, tinggal ¼ perjalanan lagi menuju titik finish di kampung Bojong Waru. Nikmat sekali rasanya menikmati makan siang sambil memandang hamparan perkebunan teh sejauh mata memandang.

Setelah satu jam beristirahat dan makan siang, waktunya saya dan kawan-kawan menghabiskan sisa perjalanan ini, trek di hadapan saya adalah makadam yang berada di ujung perkebunan teh, yang berbatasan dengan ladang penduduk. Dengan sisa tenaga saya melewati trek makadam ini, untuk menyambut singel trek turunan terakhir dari keseluruhan trip ini, berhubung hari sudah beranjak sore, tidak berlama lama saya pun langsung melahap turunan ini, dan ujung dari turunan ini adalah sebuah sungai kecil, dan di seberangnya adalah singel trek menanjak plus monorail cukup dalam langsung menyambut dan mengantarkan saya menuju titik finish di kampung Bojong Waru.


Setelah re-group dan beristirahat sejenak di kampung bojong waru, perjalanan dilanjutkan menyusuri jalan beton menurun menuju kampung Elos, di  jalan raya Pangalengan -  Bandung. Selanjutnya satu per satu sepeda dipacu, dan meluncur menikmati bonus terakhir, jalan aspal mulus menurun sepanjang 20km menuju kecamatan Banjaran, dan akhirnya kembali mengayuh sepeda menuju rumah masing-masing. 

No comments:

Post a Comment