Akhirnya kesempatan ini pun tiba,
saya bisa gowes sedikit jauh dari rumah, tujuan saya adalah danau Situ
Sanghyang. Secara administratif Situ Sanghyang berada di desa Cilolohan
kecamatan Tanjungjaya kab. Tasikmalaya, berjarak sekitar 10 km dari ibu kota kabupaten
Tasikmalaya, singaparna. Sedangkan lokasi danau yang erat dengan legenda “Si
Buncireung” jelmaan Eyang Prabu Linggawastu ini berjarak sekitar 850 m dari
jalan raya Cibalanarik. Danau alam yang memiliki luas sekitar 37 Ha ini menawarkan panorama indah yang sayang
untuk dilewatkan, dan bagi penggemar sepeda, selain kita bisa gowes menuju
lokasi danau, kita juga berkesempatan untuk mencicipi singel trek offroad mengitari tepian danau, lumayan
menarik menyusuri singel trek sejauh kurang lebih 3 km ini.
Musim hujan masih berlangsung
ketika saya gowes mengunjungi danau ini, minggu pagi sekitar pukul 7 sepeda
mulai melaju ke arah kota Singaparna, udara sejuk dan jalan sedikit basah sisa hujan semalam. Beberapa
pesepeda ditemui namun sebagian besar mereka berbelok ke arah GEBU atau Gedung
Bupati (pusat pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya) semacam Gasibu-nya kota
Bandung yang menjadi pusat keramaian di setiap minggu pagi. Meninggalkan GEBU,
semakin jarang goweser ditemui, dan ketika saya sampai di pertigaan Mapolres Tasikmalaya
di samping jalan raya Mangunreja – Sukaraja yang akan mengantarkan saya menuju
ke Situ Sanghyang, tidak dijumpai lagi goweser yang searah dengan saya. Entah
kepagian start gowesnya atau kenapa, sendirian saja menyusuri jalan raya Mangunreja
– Cibalanarik ini tanpa berpapasan dengan goweser lain. Jalan berhotmix mulus
membuat gowesan terasa ringan, di kiri kanan hamparan pesawahan menghijau,
situasi ini menjadi tipikal rute gowes yang selalu saya temui di daerah Singaparna
dan sekitarnya. Jalanan menurun landai, karena memang Situ Sanghyang sendiri
berada di ketinggian 350 mdpl sedangkan kota Singaparna berada di ketinggian
410 mdpl menurut data GPS yang saya pegang.
Lepas dari kecamatan Mangunreja memasuki
kecamatan Tanjungjaya rupanya adalah akhir dari jalan beraspal mulus,
berikutnya sepeda harus dikayuh di jalan aspal yang sebagian besar sudah rusak,
terus hingga menuju pertigaan Cibalanarik – Situ Sanghyang. Tepat pukul 08
sayapun tiba di pertigaan Cibalanarik – Situ Sanghyang, dan di sebelah kanan
jalan terdapat gapura “SELAMAT DATANG DI OBYEK WISATA SITU SANGHYANG”. Dari
pertigaan ini jarak menuju Situ Sanghyang tinggal sekitar 800 m lagi,
dengan kondisi jalan yang masih saja buruk. Pukul 08.15 sampai juga di Situ
Sanghyang, masih sangat sepi ketika saya tiba, bahkan penjaga loketpun belum tampak,
matahari memantulkan cahayanya di permukaan danau, suasana hening seperti
inilah memang yang saya harapkan setiap mengunjungi suatu tempat, dengan
leluasa bisa menikmati setiap jengkal keindahan yang tersaji. Sepeda kemudian
diarahkan ke arah kiri areal parkir, mencari spot yang pas untuk berfoto, di
seberang danau tampak sebuah bangunan formasi huruf bertuliskan “SANGHYANG”
menambah keindahan danau ini. Setelah mengambil beberapa foto sepeda kembali
melaju di jalan selebar 1 mobil menuju
ke formasi huruf tersebut, ketika tiba di sana ternyata sudah ada beberapa
orang yang tengah berfoto – foto, saya mengurungkan niat untuk berfoto - foto
dan memilih untuk melanjutkan perjalanan menyusuri pinggiran danau, jalanan
semakin hancur, dan akhirnya hanya menyisakan jalan setapak dengan kondisi
basah dan licin.
Ini yang saya inginkan, singel trek
basah di tengah rerimbunan semak bisa menjadi hiburan tersendiri, sepeda
sedikit dipacu meskipun harus sedikit waspada, karena di beberapa titik terdapat
monorail yang tertutup air bisa menjebak dan menjatuhkan kita dari sepeda. Sesekali
berpapasan dengan petani yang tengah menuju ke ladang mereka, juga para
pemancing yang tengah asyik memperhatikan ujung joran mereka, benar – benar
suatu harmoni yang menarik di tengah keindahan Situ Sanghyang. Setelah berhenti
sejenak, menyapa dan sedikit mengobrol dengan para pemancing tadi, sepeda
kembali melaju menyusuri singel trek yang sudah sedikit kering, jalan kembali
melebar namun masih berupa tanah merah, dan akhirnya setelah kurang lebih 3 km
sepeda melaju, pukul 09 saya tiba kembali di area parkir.
singel trek di pinggiran situ Sanghyang |
Saat itu gerbang tiket sudah
dibuka, pengunjung sudah mulai berdatangan, para pedagang juga sudah mulai
meramaikan sekitar Situ Sanghyang. Di area parkir ini terdapat beberapa tempat
duduk dengan posisi menghadap danau, tempat ini rupanya yang menjadi spot
berfoto seperti pada foto – foto yang kerap saya jumpai di internet. Beberapa
goweser juga sudah tampak di sekitaran area parkir, namun saya harus bergegas
pulang, saya berencana untuk pulang tidak melalui jalur yang sama, entah lewat
mana, yang saya tahu jalan raya Cibalanarik berujung di daerah Papayan
kecamatan Sukaraja, masih sekitar 15 km lagi, belum dari Papayan menuju Singaparna
yang berjarak sekitar 25 km dengan kondisi menanjak pula. Melewati jalur
memintas melalui Urug – Pamipiran pun sepertinya sama melelahkannya, meskipun
bisa mengurangi jarak sekitar 5 km, tapi sama saja banyak tanjakan yang masih
harus dihadapi.
mengintip pemancing |
Jurus GPS-pun akhirnya dikeluarkan,
“Gunakan Penduduk Sekitar” untuk mencari informasi jalur yang harus dilalui,
dan setelah bertanya – tanya, info pun didapat. Rute terdekat menuju Singaparna
adalah dengan melewati kampung Tonjong yang berjarak sekitar 1 km dari
pertigaan Cibalanarik – Situ Sanghyang dan saya memutuskan untuk pulang dengan
melewati rute tersebut. Saat itu saya belum tahu bahwa sebenarnya selain lewat
Tonjong, ada juga jalur menuju Singaparna tetapi dengan melalui Cibeuti
kecamatan Kawalu terlebih dahulu, yaitu melewati kampung Tambakbaya dan tembus
ke Tanjung - Cibeuti dengan jarak yang lebih jauh, sekitar 3 km dari pertigaan Situ
Sanghyang, nanti saja saya akan coba rute yang melewati Tambakbaya.
Hanya memakan waktu 15 menit untuk
mencapai kampung Tonjong, jalan kembali berhotmix mulus, dan masih saja
menurun, kaki masih terasa ringan menginjak pedal. Setibanya di pertigaan Tonjong,
sepeda berbelok ke arah utara, kembali menemui jalan menurun dan di depan
terbentang aliran sungai Ciwulan, rupanya ada sedikit surprise yang akan saya dapatkan di ujung turunan ini, sebuah
jembatan gantung beralas kayu menyambut saya, di bawahnya mengalir deras sungai
Ciwulan yang bermuara ke pantai Karang Tawulan selatan Tasikmalaya. Jembatan
gantung yang mengingatkan saya kepada jembatan gantung yang menghubungkan
kampung Daraulin dan jalan raya Cipatik - Soreang di selatan Bandung, namun
jembatan gantung Tonjong lebih eksotis karena berada di lembah nan hijau dengan
hamparan sawah – sawah, di bawahnya mengalir deras sungai Ciwulan dengan jeram
– jeramnya yang eksotis. Sejenak saya berhenti di jembatan gantung Tonjong ini
untuk mengambil beberapa foto dan mengobrol dengan seorang bapak yang menjaga
dan mengatur lalu lalang kendaraan melewati jembatan ini, menurut bapak ini
terkadang terlihat beberapa penyuka olahraga arung jeram melintas menerjang
jeram – jeram Ciwulan yang memang terlihat sangat menantang. Menurut saya
sangat berjasa sekali si bapak ini, beliau mengatur siapa yang harus duluan
melewati jembatan gantung. Tidak terbayang apabila tidak ada si bapak, motor
akan saling berebut untuk duluan masuk ke jembatan gantung yang lebarnya hanya
1 m ini, yang akan membuat motor - motor tersebut “stuck” di tengah jembatan kareana tidak saling mengalah. Selembar uang
kertas pecahan 1.000 atau 2.000 saya rasa sangat layak untuk dimasukkan ke
“kencleng & sair” yang dipasang di mulut jembatan gantung.
Jembatan gantung Tonjong-Sukarame |
Berlatar sungai Ciwulan |
Dan menurut si bapak tadi, ternyata
jembatan ini terhubung ke daerah Sukarame, posisinya sekitar 500 m dari kantor
Polsek Sukarame, berarti tinggal sekitar 6 km lagi yang harus saya tempuh
dengan mengambil jalur ke arah utara untuk pulang. Namun tepat dari ujung
jembatan saya disambut tanjakan lumayan panjang hingga ke jalan raya Sukarame
berlanjut menyusuri jalan yang masih berhiaskan beberapa tanjakan landai hingga
daerah tempat tinggal saya, berhubung jembatan Tonjong ada di ketinggian 295
mdpl dan saya harus gowes kembali menuju ke 410 mdpl.
Tracklog situ Sanghyang (jalur warna hijau) |
Statistik trip situ Sanghyang |
(data –
data tulisan sebagian disarikan dari : https://dyaiganov.wordpress.com/situ sanghyang)