Setelah
sekian lama menyusuri jalur – jalur bersepeda di kawasan selatan Bandung, mulai
dari ujung barat yang diawali trek Cantilan terus bergerak ke timur dan
akhirnya sampai juga saya di ujung timur, yaitu di trek uphill Cijapati. Jalur ini berada di kecamatan Cikancung dengan
titik start berada di jalan raya
Majalaya - Cicalengka dan ujungnya berada di kecamatan Kadungora kabupaten
Garut dengan jarak sekitar 25 km. Jalur ini adalah juga jalur alternatif
kendaraan roda 4 terutama ketika jalur utama Nagreg mengalami kemacetan. Titik
tertinggi dari jalur ini berada di ketinggian ±1164 mdpl, berelevasi sekitar
475 m dihitung dari titik start-nya
di 690 mdpl, dengan jarak sekitar 10 km cukup menantang bagi para goweser uphiller.
Dari
kota Bandung jalur menuju Cijapati bisa melalui jalan raya Sapan-Majalaya atau
jalan kontrol sungai Citarik sampai Solokan Jeruk, dilanjutkan ke jalan raya Majalaya
– Cicalengka. Setelah sekitar 5 km kita melaju ke arah Cicalengka kita akan
menjumpai sebuah pertigaan mengarah ke selatan tepat di depan sebuah SPBU,
itulah jalan menuju Cijapati, di sini juga adalah titik start jalur uphill Cijapati,
dengan ciri yang paling khas adalah sebuah plang bertuliskan “Cijapati 8 km, Kadungora 28 km”.
Lumayan informatif juga, jadi kita bisa memperkirakan dan merencakan rute yang
akan kita tuju disesuaikan dengan waktu dan fisik kita dengan berpedoman pada
patokan jarak tempuh tersebut.
Suatu
Minggu pagi yang cukup sejuk di awal bulan Desember saya berkesempatan untuk
gowes mencicipi jalur Cijapati. Setelah pertigaan SPBU, jalan desa Ciluluk yang
lurus dan mendatar menyambut saya, di hadapan sudah terlihat perbukitan
menghadang. Jalan – jalan menanjak membelah perbukitan itulah yang akan membawa
sepeda ini menuju titik finish di Cijapati.
Putaran pedal sepeda sedikit dipercepat/ cadence
guna membuat tubuh kita memanas dan otot – otot kaki lebih siap untuk
menyongsong tanjakan – tanjakan di depan. 2 km melaju, saya tiba di sebuah
persimpangan, di sini bisa dikatakan sebagai awal jalan menanjak yang akan saya
hadapi. Tanjakan yang saya hadapi ini tidak begitu curam, dan memang di
sepanjang jalur uphill Cijapati ini
nyaris tidak ditemui tanjakan – tanjakan curam seperti di jalur bersepeda sekitar Bandung timur, namun meskipun landai
tanjakan di sini nyaris tanpa jeda, sehingga tetap saja menghadapinya bisa
membuat lutut goyah dan keringat mengucur deras.
30
menit lepas dari pertigaan Cicalengka – Majalaya, saya bertemu dengan sebuah
plang bertuliskan “Cijapati 3 km,
Kadungora 25 km” berarti saya sudah mengayuh pedal sekitar 5 km, lumayan.
Dari sini jalan masih terlihat menanjak, 3 km yang masih akan menyiksa
kelihatannya. Sedikit beristirahat di sini dan pedalpun kembali dikayuh, target
untuk kembali ke rumah sebelum tengah hari membuat waktu istirahat menjadi
sedikit. Pukul 10 sampailah saya di Cijapati, saya beristirahat sejenak di
sebuah mesjid besar, ketinggian di tempat ini sudah mencapai ±1100 mdpl, tapi
masih ada tanjakan di depan, tanjakan itu akan mengantarkan saya ke titik
tertinggi jalur ini. Meskipun saat itu adalah hari Minggu, tidak begitu banyak
terlihat goweser melewati jalur Cijapati ini, hanya sesekali saja terlihat
goweser yang sedang menanjak ataupun tengah menikmati turunan menuju Ciluluk,
berbeda sekali dengan jalur – jalur bersepeda di kawasan Bandung utara yang
selalu ramai oleh para goweser.
5
menit saya beristirahat sepeda kembali melaju, di hadapan tanjakan sudah
menanti untuk ditaklukkan, ini adalah tanjakan terakhir untuk menuju titik
tertinggi di jalur uphill Cijapati (±1164
mdpl), tak sampai 10 menit sampailah saya di ujung tanjakan, dan langsung
disuguhi pemandangan indah. Di hadapan saya berdiri dengan anggun gunung Mandalawangi
yang juga menjadi batas alami kabupaten Bandung dan kabupaten Garut, di
sekelilingnya berserak bukit – bukit kecil laksana bukit Teletubbies di serial
anak – anak. Hanya satu yang cukup mengganggu semua keindahan di sini, adalah
tempat pengolahan kotoran sapi yang banyak terdapat di pinggir – pinggir jalan
membuat pandangan menjadi sedikit “sareukseuk” dan bau yang menyeruak membuat
nafas terganggu, apalagi ketika kita sedang terengah – engah mengayuh pedal,
pastilah akan sangat membuat kita tidak nyaman. Perjalanan masih menyisakan
sekitar 2 km lagi untuk menuju titik finish
, namun untuk menuju ke sana saya harus menghadapi beberapa tanjakan dan
turunan. Titik finish jalur ini adalah sebuah tempat yang banyak
terdapat warung, berada di ujung sebuah turunan, dari sana jalan akan
sepenuhnya menurun hingga ke kampung ke Rancasalak – Kadungora kabupaten Garut.
|
Titik tertinggi jalur uphill cijapati berlatar Gn Mandalawangi |
|
Tanjakan terakhir sebelum finish |
Sambil
beristirahat di sebuah warung dan menikmati panorama alam Cijapati kita bisa
menentukan arah pulang yang akan dituju. Kembali ke arah kita naik tadi dan menuju
jalan raya Cicalengka - Majalaya, atau melanjutkan perjalanan menempuh jalan
menurun menuju Kadungora. Saya mengambil opsi pertama saja, kembali ke jalan
raya Cicalengka – Majalaya.
|
Titik finish dan turunan menuju Kadungora Garut |
Sedikit
info bagi yang ingin mencicipi jalur ini, ada beberapa alternatif rute yang
bisa dicoba selain jalur yang saya paparkan tadi di atas. Bagi yang ingin menambah
porsi gowesnya, perjalanan bisa dilanjutkan hingga ke Kadungora dan menuju Bandung
dengan melalui jalan Lingkar Nagreg. Atau apabila ingin merasakan sensasi
tanjakan Cijapati yang lebih “pedas”, ada dua pilihan lagi yang bisa diambil,
yang pertama adalah menuju Cijapati dengan menempuh jalur Rancaekek – Nagreg –
Kadungora – Rancasalak, dan satu lagi adalah setelah sampai pertigaan
Rancasalak - Kadungora kita memutar balik dan kembali lagi menyusuri jalur sebelumnya
dan langsung mencicipi tanjakan Kopi Rancasalak yang sudah cukup melegenda,
disambung dengan tanjakan lainnya yang tidak kalah curam hingga menuju warung –
warung tempat saya mengakhiri trip ini. Pilihan ada di betis dan dengkul
anda, pilihlah rute yang paling sesuai
dengan kemampuan fisik anda, salam gowes.
|
Dimuat di harian PR edisi 11 Januari 2015 |
Alhamdulillah...hari minggu kmrn saya berhasil mencoba jalur ini dari jatinangor ke cipanas garut dan lgs kembali lewat lingkar nagreg...pemandangannya kereen, menghapus semua kelelahan di cijapati tp pulangnya...masyaalllah, nanjak di lingkar nagreg sangat menguras tenaga yang tinggal sisa2...
ReplyDeleteaku arep jajal cijapati kamis mas
ReplyDeletepernah lewat cipajati .. sudah lama bangettt .. naik mobil, lihat foto2nya beda banget. Pengen juga nyobain gowes kesini ..
ReplyDeleteterima kasih sudah mampir di blog saya,iya memang jalur cijapati meskipun tanjakannya relatif tidak terlalu berat dibandingkan dengan trek uphill lain di bandung, tp tetap mampu membuat lutut kita goyah ketika melewatinya hehe,,,
ReplyDeleteAlhamdulillah....saya ke cjapati dan kali ini lewat yg lebih " pedas "...tanjakan kopi !! ...ampuun tenaan, bbrp kali saya hrs mengatur irama jantung yg mau copot...terimakasih infonya.
ReplyDeleteInsya Allah mo nyobain ...makasih infonya
ReplyDelete