Gunung Kendang* 3
tahun lalu mungkin tidak begitu akrab di telinga warga Bandung, padahal gunung
yang berketinggian 2617 mdpl ini adalah gunung tertinggi di Bandung Raya.
Gunung ini menjadi terkenal ketika ada pendaki yang melakukan pendakian solo
kemudian tersesat hilang dan ditemukan tewas beberapa waktu lalu. Sejak
peristiwa itulah gunung Kendang mulai dikenal dan akhirnya menjadi salah salah satu
destinasi pendakian. Gunung Kendang secara administratif berada di kecamatan Kertasari
kabupaten Bandung dan kecamatan Samarang kabupaten Garut, jalur Pendakian yang
umum adalah melalui desa Neglawangi afdeling
Kendeng perkebunan Sedep PTPN VIII. Banyak keunikan yang bisa ditemui selama
pendakian ke gunung ini, mulai dari hamparan hijau perkebunan teh, sapaan
hangat dan ramah para pekerja perkebunan teh dan petani lereng gunung Kendang,
tapak – tapak hewan di sepanjang jalur, sampai eksotisme savana siap memanjakan
para pendaki yang mengunjungi gunung Kendang.
foto oleh Kresna Cahya |
Rute yang dapat
ditempuh untuk mencapai afdeling
Kendeng desa Neglawangi bisa melalui Banjaran
– Pangalengan – Malabar – Talun Santosa – Sedep, atau dari Ciparay - Kertasari – Talun Santosa – Sedep. Kedua jalur
ini bertemu di pertigaan Talun – Santosa menuju Sedep kemudian menyusuri jalan
berbatu sampai ke afdeling Kendeng. Dahulu
para pendaki setelah sampai di Neglawangi hanya bisa beristirahat dan mempersiapkan
diri di sekitar masjid, beruntung saat ini pihak perkebunan sudah menyediakan
rumah singgah bagi para pendaki untuk beristirahat dan melakukan persiapan
sebelum dan sesudah melakukan pendakian, dan tentu saja menjadi tempat melapor
kepada pihak berwenang untuk melakukan pendakian gunung Kendang.
Belum lama ini seorang
kawan mengajak saya melakukan one day
trip/ tektok mengunjungi “Mount
Everest”-nya Bandung ini. Agak tidak umum sebenarnya, karena idealnya
pendakian ke gunung Kendang dilakukan dengan overnight trip kemudian camp
di savana, namun berhubung waktu yang mepet akhirnya kami memilih untuk “tektok
ceria”. Senin malam kami berangkat dari Bandung dan tiba di Neglawangi sekitar
pukul 00.30. Selasa pagi semua persiapan dilakukan dan tepat pukul 07.00
pendakianpun dimulai. 10 menit perjalanan disuguhi hamparan perkebunan teh
sejauh mata memandang, di hadapan kami puncak gunung Kendang telah menanti, di
sampingnya berdiri tegak gunung Puntang Papandayan (2555 mdpl) puncak tertinggi
kedua Gunung Bandung bersanding dengan gunung Papandayan.
Riuh para pemetik teh
turut menemani perjalanan, 15 menit berlalu kami mulai memasuki pintu ladang,
hamparan perkebunan teh berganti hamparan kebun sayuran di antara rerimbunan
pohon Eukaliptus. Sapa ramah para penggarap ladang menjadi teman perjalanan,
sesekali ojek motor pengangkut hasil panen berpapasan. Hebat sekali para pengojek
ini, 4 karung besar hasil panen memenuhi bagian depan dan belakang motor, namun
dengan lihainya mereka mengemudikannya menuruni jalan setapak menuju Neglawangi.
Sedikit hiburan yang bisa sejenak melupakan rasa lelah yang mulai menghampiri.
Jam 08 kami memasuki
pintu hutan, vegetasi berganti menjadi pepohonan khas hutan rimba. Jalur
pendakian gunung Kendang tidak begitu banyak menyajikan tanjakan curam, namun
jalur yang relatif landai ini menawarkan jarak yang cukup panjang, sehingga tetap
mampu menguras stamina. Semakin ke atas, jalur semakin tipis, namun pemandangan
semakin memanjakan mata, di arah selatan anggunnya gunung Papandayan masih setia
menemani, di kejauhan terlihat garis putih di cakrawala, itu adalah ombak
pantai selatan, indah sekali. Sekitar pukul 10 tibalah di sebuah pos yang cukup
luas, tempat ini adalah bekas basecamp
yang dibuat oleh para relawan saat melakukan operasi SAR Tobit Sigalingging,
seorang mahasiswa ITB yang hilang beberapa waktu lalu. Mulai dari sini jalur
pendakian berada di sebuah punggungan tipis yang diapit oleh jurang di kiri dan
kanan kami. Di kiri lembah dengan jurangnya yang dalam ditutupi rapatnya
pepohonan seakan menyembunyikan misteri, di kedalaman lembah itulah jasad
mendiang Tobit ditemukan setelah 40 hari pencarian, sedang pemandangan di sisi
kanan menyajikan rangkaian pegunungan Papandayan yang indah dan hijau
memanjakan mata.
1 jam berlalu, vegetasi berubah menjadi hamparan paku – pakuan. Pijakan terasa empuk, sepertinya jalur pendakian berada di atas hamparan akar dan humus tumbuhan ini, jalur masih tipis, di beberapa titik terdapat bekas longsoran membuat perjalanan melambat karena kami harus merayap. Lepas dari paku – pakuan kembali kami memasuki kerimbunan hutan dengan jalur yang semakin menanjak curam, ini pertanda sudah mendekati puncak gunung Kendang, semangat untuk segera menginjakkan kaki di tanah tertinggi Bandung raya mengalahkan rasa lelah yang semakin menjadi – jadi.
Akhirnya pada pukul
12.30 kami berhasil menjejakkan kaki di puncak gunung Kendang (2617 mdpl).
Puncak gunung Kendang tidak terbuka, tetapi rimbun oleh pepohonan besar. Yang pertama
kami dapati ketika menginjakkan kaki di puncak adalah sebuah pertigaan, arah utara
menuju savana dan arah selatan menuju papan triangulasi. Tidak seperti puncak
gunung pada umumnya berupa dataran seperti lapangan, puncak gunung Kendang
cukup unik yaitu memanjang ke arah selatan, kamipun bergerak menuju papan
triangulasi. Sebuah plang besi berkaki bertuliskan “PUNCAK GN KENDANG 2617
MDPL” , plang yang dibuat dan dibawa kawan JGB pada tahun 2013 lalu itu menjadi
penanda bahwa kami telah menjejakkan kaki di tanah tertinggi di Bandung Raya.
Puas berfoto – foto di
triangulasi kami beranjak menuju savana, jalur menurun sedikit licin dan
lembab, ±300 m kami berjalan, samar mulai terlihat hamparan rumput hijau di
bawah sana. Namun untuk mencapai ke sana ternyata kami masih menghadapi jalur
yang cukup terjal, dan akhirnya sampailah kami di savana gunung Kendang (2539
mdpl), surga yang tersembunyi di tengah hutan gunung Kendang. Luas savana ini
menurut perkiraan kami seluas lapangan sepakbola, benar – benar rata tidak ada
rumput tinggi atau gundukan tanah di sekitarnya.
foto oleh Apit |
Kami seakan berada di
dunia lain, hutan – hutan rapat seperti gambaran hutan dalam film Hollywood “Jurrasic Park”, eksotis sekali. kami
menikmati dan mengabadikan semua keindahan savana ini. Tak lama kemudian kabut
perlahan turun menyelimuti savana. Sesuai rencana awal yang hanya “tektok” membuat
kami tidak bisa berlama – lama berada disana, setelah 30 menit menikmati
eksotisme savana, kami pun beranjak pulang, meniti jalur terjal yang semakin
licin tersiram air hujan. Pukul 14.15 kami semua tiba di camp, kemudian makan siang dan bersiap untuk kembali ke Neglawangi.
Pukul 15.00 kami semua
bergerak meninggalkan puncak, jalur yang licin dan turunan curam menghambat perjalanan,
kami terus bergerak dengan kewaspadaan dan konsentrasi tinggi mengingat jalur
yang tidak bersahabat lagi. Di setengah perjalanan, salah satu anggota tim drop kondisi fisiknya, pergerakan
semakin melambat. Tepat ketika adzan Isya berkumandang kami semua tiba kembali
di Neglawangi. Segera kami melapor ke aparat kampung Neglawangi, bersih –
bersih dan bersiap pulang. Pukul 20.00 kami mulai beranjak meninggalkan afdeling Kendeng desa Neglawangi yang
bersahaja, menembus pekat dan dinginnya malam pulang kembali ke Bandung.
*Saat ini status gunung Kendang sudah menjadi kawasan Cagar Alam gunung Papandayan, sehingga saat ini sudah tidak diperbolehkan lagi ada kegiatan/ aktifitas pendakian ke gunung Kendang.
*Saat ini status gunung Kendang sudah menjadi kawasan Cagar Alam gunung Papandayan, sehingga saat ini sudah tidak diperbolehkan lagi ada kegiatan/ aktifitas pendakian ke gunung Kendang.