Saturday, May 31, 2014

GOWES CURUG CIPANJI CIWIDEY, MENIKMATI KEINDAHAN DALAM BALUTAN KESUNYIAN

Di Ciwidey ada curug yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kota Ciwidey? masa iya sih. Itulah kesan saya ketika pertama kali mendengar dari seorang kawan bahwa di daerah Ciwidey ada curug atau air terjun. Saya sedikit terkejut, soalnya dari yang selama ini saya ketahui dari sekian banyak obyek wisata yang ada di daerah Ciwidey dan sekitarnya tidak pernah saya mendengar obyek wisata curug/ air terjun, tapi teman saya meyakinkan saya bahwa memang di daerah Ciwidey terdapat curug karena dia memang pernah hiking kesana dan kemudian menantang saya untuk membuktikannya sendiri dan saya menyanggupinya. Ialah curug Cipanji, terletak di desa Tenjolaya kecamatan Pasirjambu Ciwidey. Saya dan beberapa orang teman akhirnya memutuskan untuk mengunjunginya dengan bersepeda MTB.

 Dan pergilah kami kesana. Setelah melahap tanjakan-tanjakan sepanjang perjalanan dari Bandung, sampailah kami di Ciwidey. Jalan menuju curug ini berada tidak jauh setelah melewati satu rumah makan sunda terkenal di sana, kita kemudian akan menemukan belokan ke kiri, itulah jalan menuju ke curug Cipanji. Dan kita akan menerima kejutan yang berkesan manakala melewati jalan ini, tanjakan-tanjakan panjang, fisik kita diuji lagi untuk melewati tanjakan-tanjakan ini. Jalan yang dilalui sudah beraspal hotmix, dengan lebar sekitar 3-4 meter. Setelah sekitar 1 km kita bergerak kita akan menemukan jalan bercabang, ambil jalan yang ke kanan dan kejutan itu masih berlanjut, kita masih harus melewati tanjakan-tanjakan lagi, beruntung jalan yang lumayan mulus memudahkan kami untuk melewatinya, dan setelah ini kita menemukan lagi sebuah persimpangan, dan jalur yang diambil adalah ke kanan, ke arah perkebunan teh.



Foto bersama sebelum memasuki singel trek










Jalur yang pendek namun melelahkan karena tanjakannya semakin terjal, dan jalan beraspal akan segera berakhir berganti dengan makadam, dan setelah kita melewati jalur makadam ini saatnya kita untuk beristirahat. Di ujung jalan besar sebelum memasuki jalan setapak kita akan menemukan rumah penimbangan pucuk teh yang lumayan luas, tempat yang cocok untuk mengumpulkan tenaga, karena jalur yang akan dihadapi berikutnya adalah trek tanah merah menyusuri kebun teh sebelum jalur ini membawa kita masuk ke hutan, dan tentu saja, masih menanjak. Di trek ini rasanya nyali dan tenaga saja rasanya belum cukup, harus diikuti oleh perhitungan matang dan kemampuan pengendalian sepeda untuk melewatinya, saya benar-benar merasakan susahnya mengendalikan sepeda ketika mendakinya, apalagi nanti ketika menuruninya, tampaknya akan menjadi sebuah balasan yang sempurna, idaman para penggemar MTB. Perjalanan menyusuri kebun teh seakan singkat karena kita dimanjakan oleh pemandangan alam yang sangat indah, hamparan kebun teh dengan latar belakang kota Ciwidey dan barisan bukit-bukit yang ada di sekitarnya. Tak terasa kita akhirnya masuk ke hutan, tapi ternyata hutan yang dari kejauhan tadi kelihatan lebat itu ternyata tidak seperti kelihatannya, banyak lahan yang sudah beralih fungsi menjadi lahan-lahan pertanian, entah legal atau ilegal, sedikit rasa kecewa dan terenyuh menyelinap di hati.

Sepeda kami hanya bisa dikendarai sampai sekitar 2 km, selanjutnya jalan menurun curam menuju dasar lembah, sepeda pun harus dituntun. Setelah menyeberangi sungai perjalanan menjadi semakin sulit, jalan yang licin dan curam harus dilewati, sepeda sudah tidak mungkin lagi dinaiki. 







Beruntung jaraknya tidak terlalu jauh, sekitar 100 m dan jalan pun berakhir di pinggir sungai. Sepeda sudah tidak memungkinkan lagi untuk dibawa, sedangkan curug masih belum kelihatan juga, bahkan gemuruh suara air terjunnya sekalipun belum kedengaran. Akhirnya kami memutuskan untuk meninggalkan sepeda di sana dan meneruskan perjalanan tanpa membawa sepeda, setelah sepeda kami amankan perjalanan pun dilanjutkan. Dari jawaban seseorang yang sempat kami temui di perjalanan, seharusnya curug itu sudah tidak terlalu jauh lagi jaraknya dari posisi kami, dan benar saja, setelah sekitar 50 meteran kami menyusuri sungai sampailah kami di curug Cipanji.




Curug pertama yang kami temui ini berupa tebing sungai yang landai sehingga lebih menyerupai sebuah perosotan besar yang dialiri air, pantas orang yang tadi kami tanyai menyebutnya dengan “sosorodotan”/ perosotan. 

Kami masih penasaran karena orang tadi menyebut masih ada lagi curug-curug yang lebih tinggi. Benar saja, setelah kami menyeberangi curug yang pertama, dari kejauhan terlihat ada 2 curug lagi, bersusunan, yang bawah tingginya sekitar 5 meter, dan yang di atas tingginya sekitar 8 meter. Sebuah kejutan bagi kami, bisa menyaksikan 3 curug/ air terjun bersusun seperti ini, tapi masih saja kami penasaran karena ini semua belum dapat menjelaskan jawaban dari orang tadi.





Kami mencoba untuk menyusuri jalan setapak yang posisinya berada di tebing di atas curug-curug tadi, harus ekstra hati-hati melewatinya, karena jika terpeleset curug-curug sudah siap menelan kami. Di ujung curug ketiga, jalan buntu. Kita harus menyeberangi sungai ini, jaraknya sekitar 1 meter di depan mulut air terjun, adrenalin meninggi, namun rasa penasaran membuat keinginan untuk melihat curug yang tertinggi mengalahkan rasa itu. Setelah menyeberanginya, mulailah terlihat banyak uap air dan terpaan angin kencang, kami yakin curug pertama sudah semakin dekat. Inilah jawaban dari orang tadi rupanya, curug Cipanji!. Curug setinggi sekitar 15 meter dengan debit air yang besar namun jernih menimbulkan uap-uap air dan menghembuskan angin yang cukup besar ketika airnya menyentuh dasar air terjun, membasahi pepohonan yang berada di sekitarnya, Indah!











Perjalanan melelahkan sejak dari Bandung terbayar di sini. Hembusan angin yang disertai uap air menghilangkan penat kami, berganti kesegaran. Lokasi yang bersih karena curug ini memang jarang dikunjungi orang memberikan kami sesuatu yang berbeda. Terbebas dari hiruk pikuk aktifitas manusia, baik yang berwisata ataupun para pedagang dengan lapak-lapaknya diposisikan tepat berada di sekitar air terjun, serakan sampah dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya yang akhirnya hanya merusak keindahan lokasinya itu sendiri. Di sini yang kami lihat dan rasakan hanyalah sebuah keindahan alam yang berada dalam kesunyian. Kami hanya ditemani gemuruh air terjun, suara-suara burung penghuni hutan dan pepohonan tinggi yang mengelilingi kami, sungguh eksotis. Padahal kami mengunjungi curug ini pada hari Minggu, tapi jarang sekali orang di sana. Kami hanya bertemu kurang dari 15 orang pada saat itu, di lokasi maupun di sepanjang perjalanannya, cukup mengejutkan mengingat lokasi curug ini yang tidak terlalu jauh jaraknya dari kota Ciwidey.

Bagi orang-orang yang memiliki ketertarikan terhadap hal-hal yang berbau mistis, kesunyian di tempat ini pasti akan menimbulkan nuansa berbeda dan akan menimbulkan pikiran-pikiran tentang hal-hal gaib. Tapi di luar itu, pesona curug Cipanji benar-benar memanjakan kita. Empat curug yang bersusun dengan airnya yang jernih dan udaranya yang sejuk membuat kita betah berlama-lama di sini, bahkan rasa dingin yang semula menyelimuti kami terkalahkan melihat godaan airnya yang jernih, jadilah kami semua berenang di curug keempat, yang berupa perosotan itu, meluncur ke dasarnya yang berupa cerukan lebar. Bagi kami, ini adalah sebuah waterboom alami, hasil karya alam yang menakjubkan.

Saatnya pulang, melihat siang yang semakin mendung membuat kami harus bergegas pulang, trek tanah yang masih basah bekas hujan hari sebelumnya siap menguji kemampuan kami bersepeda. Segera kami ambil sepeda dan menuntunnya kembali menuju ke atas lembah, ke trek yang akan membawa kami kembali ke perkebunan teh di bawah sana. Dan kesenangan pun dimulai, kami benar-benar menikmati naiknya adrenalin ketika meluncur dan meliuk-liuk melintasi trek menurun ini. Tidak terasa sampailah kami di trek makadam kembali, mengantarkan kami menuju jalan aspal kembali ke Ciwidey dan pulang ke rumah dengan membawa berjuta pengalaman mengesankan.

Sambil bercanda salah satu teman saya bilang, mudah-mudahan curug ini tidak terdeteksi oleh masyarakat lainnya maupun oleh pemerintah/ dinas pariwisata sehingga tidak akan ada pembangunan yang dapat mengubah kondisi alamnya, juga kemungkinan banyaknya wisatawan yang datang berwisata yang ditakutkan akan ikut menyumbang kerusakan di sekitar curug Cipanji. Sehingga suasana alam di sekitarnya akan tetap seperti apa adanya, dan curug Cipanji akan tetap berada dalam kedamaian dan kesunyiannya.         

No comments:

Post a Comment