Friday, December 29, 2017

MENGGAPAI PUNCAK BATU KUDA, MENEMBUS KERAPATAN VEGETASI GUNUNG HARUMAN CIBIUK

Gunung Haruman memiliki ketinggian ±1219 mdpl berada di dua kecamatan yaitu kecamatan Kadungora dan kecamatan Cibiuk kabupaten Garut. Gunung ini erat sekali kaitannya dengan legenda Batukuda, yaitu sebongkah batu besar menyerupai kuda yang berada di puncak tertinggi Haruman, menurut kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Garut seperti yang saya kutip dari laman bedanews.com situs Batukuda ini merupakan benda prasejarah peninggalan zaman megalithikum yang digunakan masyarakat masa itu sebagai tempat pemujaan, selain itu juga masyarakat sekitar meyakini kalau batukuda ini adalah peninggalan prabu Kian Santang. Gunung ini juga berkaitan erat dengan salah satu tokoh penyebar agama Islam di Garut khususnya daerah Garut Utara yaitu Syekh Jafar Sidik atau Mbah Wali Cibiuk/ Sunan Cibiuk yang makamnya berada di kaki gunung Haruman tepatnya di desa Cipaeuran kec Cibiuk. Makam beliau selalu ramai dikunjungi para peziarah sehingga mendorong pemkab Garut untuk menjadikan makam ini sebagai obyek wisata religi/ ziarah, salah satu warisan Syekh Jafar Sidik yang masih bisa dirasakan sampai saat ini adalah sambal khas Cibiuk yang saat ini sudah sangat terkenal di mana – mana (sangiang.wordpress.com/nyukcruk-galur-patilasan-sunan-haruman).

Gunung Haruman berlatar gunung Sadakeling


Pertengahan desember 2017 kemarin tepatnya pada tanggal 17 Desember 2017 saya dan 3 orang teman mencoba untuk hiking tektok ke gunung Haruman dengan mengambil titik start di kampung Haruman Sari kec Kadungora (675 mdpl) dan berencana lintas jalur dengan turun melalui jalur desa Cipaeuran kec. Cibiuk (645 mdpl). Setelah Tiba di kampung Haruman Sari dan mendapatkan tempat untuk menitipkan motor kami sempatkan ngobrol sejenak dengan warga untuk mengenal lebih dahulu karakter jalur gunung ini. Ternyata selain situs Batukuda dan makam Syekh Jafar Sidik, gunung ini terkenal juga akan babi hutannya yang cukup mudah ditemui, kakek berbaju putih berjenggot panjang yang selalu menyuruh pulang apabila waktu sholat tiba dan satu lagi (ini yang menarik) adalah tidak adanya jalur menuju ke puncak Haruman, sehingga beberapa warga mengingatkan kami untuk berhati – hati karena warga sekitar pun banyak yang tersesat atau kehilangan jejak ketika mendaki gunung ini.








Pukul 09.30 hiking dimulai dengan memasuki gang kecil mengarah ke timur, tidak lama kami berjalan kami tiba di ujung gang dan mulai masuk jalur setapak. Sajian jalan setapak menanjak ini lumayan membuat kami berkeringat. Sejenak melihat peta digital di HP, kontur cukup rapat sampai ke puncak akan kami hadapi selama perjalanan. Selama perjalanan tak henti – hentinya nyamuk mengerubungi kami, benar juga kata teman yang pernah ke gunung ini, naik ke Haruman seperti masuk ke kerajaan nyamuk saja layaknya, dan kami sekarang merasakan bagaimana rasanya dikerubungi nyamuk - nyamuk Haruman yang ukurannya sedikit lebih besar dibandingkan dengan nyamuk domestik. Sekitar 700 m berjalan, kami bertemu sebuah rumah cukup besar, namun sudah kosong dan tidak terawat, entah apa fungsinya dulu ketika bangunan ini didirikan. Tak lama kemudian kami bertemu jalan makadam, sepertinya ini adalah bekas jalan menuju lokasi Paralayang yang dahulu sempat meramaikan suasana gunung Haruman. Saat ini kondisinya sudah rusak dan kiri kanannya sudah banyak ditumbuhi semak sehingga terlihat seperti jalan setapak saja.



Ex. jalan paralayang

Tepat 1 km lepas dari titik start kami menemukan pertigaan, waktu sudah menunjukkan jam 10 pagi, tak terasa sudah 30 menit berjalan, tak lama kemudian kami bertemu sebuah pohon besar, sejenak beristirahat di sana sambil melihat pemandangan di belakang tepatnya ke arah barat, gunung Mandalawangi dan Kaledong dengan hamparan sawah menghijau di sekitar kakinya sungguh membuat segar mata memandang. Perjalanan dilanjutkan, masih ditemani jalan setapak yang nyaris tidak ada bonus, terus menanjak, akhirnya pukul 10.45 kami beristirahat karena sudah mulai kelelahan, di depan jalur masih saja menanjak curam, dari sini jalur sudah mulai terlihat samar, istirahat pun menjadi tidak tenang karena nyamuk – nyamuk masih saja setia mengerubungi, memaksa kami untuk segera melanjutkan perjalanan.





Gunung Mandalawangi di sebelah barat


Medan yang dihadapi berikutnya adalah hutan bambu yang cukup lebat sehingga tanah hampir semua tertutup serasah daun bambu kering, pijakan licin di atas hamparan daun kering ditambah jalur yang curam menjadi tantangan yang harus kami hadapi saat ini, jalur sudah menghilang, kami berjalan sambil mempertahankan arah agar tidak terlalu menyimpang jauh dari tracklog kawan yang mendaki gunung ini sebelumnya. Cukup lama kami kepayahan melewati hutan bambu ini, namun masih tidak ada bonus dataran, yang ada kontur semakin menanjak curam, hutan bambu sekarang berganti hutan Kaliandra, batang – batang Kaliandra bersilangan di hadapan, jalur sengaja kami buat sedikit zigzag supaya tidak menguras terlalu banyak tenaga, namun perjalanan jadi terasa lama. Di ketinggian 1090 mdpl langkah terhenti, sudah tidak lagi ada celah jalur untuk dilalui, rapatnya pohon Kaliandra ditambah juluran tanaman rambat menutupi arah ke puncak. Sudah lewat tengah hari, kami harus segera meneruskan perjalanan supaya cepat sampai ke puncak, mengingat masih musim hujan kami khawatir perjalanan akan semakin berat apabila hujan, akhirnya diputuskan untuk langsung saja naik secara vertikal untuk menghemat waktu, tidak lagi zig-zag.






Langkah demi langkah kami lalui sambil menerabas rapatnya pepohonan Kaliandra, tangan sibuk menyibak ranting dan tanaman julur, letih terasa, namun melihat jarak di peta digital sudah semakin mendekati puncakan, kami paksakan untuk terus bergerak, akhirnya pukul 13.05 kami tiba di puncakan gunung Haruman di ketinggian 1195 mdpl, satu jam kami habiskan untuk menerabas jalur yang hanya berjarak sekitar 240 m saja, benar – benar “galak” gunung ini. Di puncakan kami lanjutkan perjalanan menuju puncak utama, puncak Batukuda. Tak lama kami tiba di sebuah dataran yang terdapat batu besar di ketinggian 1198 mdpl, disini kami beristirahat, ngopi sambil mendiskusikan jalur berikutnya, masih ada sekitar 500 m lagi menurut tracklog untuk mencapai puncak Batukuda (1219 mdpl) dengan kondisi jalur yang kami pun tidak tahu akan seperti apa. Beberapa potong cemilan dan beberapa gelas kopi racikan seorang teman sanggup membuat semangat kami tumbuh kembali untuk segera menginjakkan kaki di puncak Batukuda, kami menikmati seduhan kopi di tengah cuaca mendung berangin dan berkabut tebal sambil diiringi suara gemuruh guntur di kejauhan.



jalur menghilang


Barista sedang meracik kopi
Pukul 14.00 kami kembali bergerak menyusuri jalan setapak di kerimbunan vegetasi gunung Haruman, pohon Kaliandra masih mendominasi vegetasi di sekitar puncakan ini. Ternyata jalur yang sempat terbuka di dekat tempat istirahat itu tidak sampai 100 m jaraknya, kami kembali kehilangan jalur, suasana yang masih berkabut tebal menyulitkan kami untuk orientasi, tracklog dan GPS kembali menjadi pegangan supaya kami tidak menyimpang terlalu jauh. Sekitar 270 m berjalan, kami bertemu puncakan dengan beberapa gunduk batu besar terserak di ketinggian 1211 mdpl, ini bukan puncak utama ternyata, masih ada 125 m garis lurus ke arah timur untuk menggapainya, kembali kami menerabas membuka jalur untuk mencapai puncak utama, setelah sekitar 300 m kami berjalan akhirnya kami menemukan jalur menuju puncak, dan pada pukul 15.00 kami berhasil menginjakkan kaki di puncak Batukuda, puncak utama gunung Haruman yang berketinggian 1219 mdpl. Kondisi puncak berupa dataran yang tidak begitu luas, di sekelilingnya tertutup vegetasi dengan masih didominasi pohon Kaliandra. Ada batu besar terdapat di sana, mungkin itulah situs Batukuda yang dimaksud. Bentuknya tidak seperti kuda dalam kondisi utuh, dari beberapa sudut lebih menyerupai kepala kuda dengan moncong menghadap tanah.

Puncak Batukuda gn Haruman




Di puncak Batukuda kami tidak lama beristirahat, hanya mengambil beberapa foto kenang – kenangan kami pun bergegas turun, dari puncak terlihat jalur cukup jelas mengarah ke timur/ Cibiuk, namun belum lama berjalan jalur kembali hilang, kembali kami harus mengandalkan GPS dan tracklog untuk menuju titik finish. Hari semakin sore dan hujan mulai turun, pijakan menjadi semakin licin. Serasah bambu dan akar Kaliandra benar – benar menjadi jebakan yang berkali - kali membuat terjerembab, belum lagi kontur yang menurun curam, tarikan gravitasi semakin membuat kami tersiksa. Mengingat waktu yang semakin sore, kami kembali mengambil opsi untuk menyusuri lereng secara vertikal meskipun dengan resiko semakin sering terjatuh dan kesulitan untuk mengontrol langkah. 

Tidak banyak yang bisa diceritakan di sini, kami hanya konsentrasi untuk melangkah turun dengan tetap berpedoman kepada GPS dan tracklog agar tidak terlalu jauh menyimpang. Setelah hutan Kaliandra terlewati dengan susah payah, vegetasi berganti hutan bambu. Foto, data lokasi, waktu dan ketinggian pun tidak sempat kami rekam disini mengingat kami masih harus berjibaku jatuh bangun melewati hutan bambu yang lantainya sudah basah oleh air hujan, fisik dan mental benar – benar diuji, ketika pijakan kaki sudah tidak bisa menemukan tumpuan maka tangan pun menggapai - gapai mencari ranting atau batang yang bisa dipegang untuk sekedar mengurangi laju. Lepas dari hutan bambu kami kembali memasuki hutan Kaliandra, di sini kami sempatkan untuk melihat GPS, ah ternyata jarak menuju ke batas ladang sudah tidak begitu jauh. Kami terus berjalan sambil berkali – kali terpeleset, dan akhirnya pukul 16.55 kami keluar dari hutan Kaliandra dan mulai masuk ke kebun yang banyak ditanami pohon Gmelina/ Jati Putih (840 mdpl), lega rasanya, langkah semakin dipercepat, kami pun memasuki ladang jagung. Akhirnya pukul 17.10 kami memasuki jalan beton seukuran lebar badan kendaraan roda 4 (710 mdpl), dari sini kami tidak lagi mengikuti tracklog tapi berjalan mengikuti jalan besar saja dengan harapan jalan ini berujung di sebuah kampung. 

Lumayan jauh sekitar 950 m berjalan, pukul 17.30 kami tiba di desa Cipaeuran, hujan membuat suasana desa sepi, beruntung ada warung yang masih buka, kami bergegas menuju ke sana untuk menanyakan arah dan posisi kampung Haruman Sari. Dan jawaban pemilik warung sedikit menjatuhkan mental, ternyata jarak yang harus ditempuh untuk menuju Haruman Sari cukup jauh karena berada di sisi utara gunung Haruman, yang berarti ada di sebalik posisi kami saat ini yang berada di sisi selatan, jadi kami harus mengitari separuh tubuh gunung Haruman untuk kembali ke titik start. Ketika dicek di Google Maps, jarak menuju Haruman Sari sekitar 9 km, bukan jarak yang dekat untuk dicapai dengan jalan kaki apalagi hari sudah beranjak senja. Maka diputuskanlah kami akan ke jalan raya Cibiuk dengan harapan bisa mendapatkan tumpangan ojek atau menyewa mobil untuk kembali ke titik start. Namun kembali ujian kami dapati ketika sampai di jalan raya Cibiuk - Leuwigoong, hujan membuat jalanan sepi, beruntung ada 1 angkot yang mau mengangkut kami sampai pertigaan Leuwigoong - Banyuresmi. Masalah kembali datang di pertigaan Banyuresmi, jalan menuju Leles diblokir polisi karena kondisi Leles macet parah efek dari liburan weekend, alhasil kami harus berjalan menyusuri jalan raya Leuwigoong - Leles sambil berharap ada ojek nangkring, namun nihil, hampir tidak ada kendaraan melintas atau pun ojek yang nangkring. 

Di setengah perjalanan kami tiba di sebuah pertigaan, ada motor melintas dan kami pun meminta tolong kepada pengemudi motor tadi untuk mencarikan ojek sambil mereka pulang, mereka menyanggupinya. Kami pun kembali berjalan, dan tak disangka sangka setelah sekitar 2 km berjalan, pengemudi motor tadi kembali bersama temannya membawa satu motor lagi dan menawarkan untuk mengantarkan kami ke kampung Haruman Sari, Alhamdulillah pertolongan Allah melalui kedua orang ini akhirnya yang mengantarkan kami ke Haruman Sari. 

Pukul 19.30 kami semua akhirnya tiba di kampung Haruman Sari, pemilik warung yang kami titipi motor terlihat lega ketika kami tiba, beliau khawatir terjadi sesuatu seperti tersesat atau semacamnya, bahkan sempat berseloroh hampir saja mereka membuat laporan kehilangan ke Mapolsek Kadungora hahaha.......Alhamdulillah kehangatan sang pemilik warung dan keluarganya membuat kami leluasa untuk beristirahat melepas lelah, segera beberapa mangkuk mie rebus mengisi rongga – rongga perut kami yang tidak sempat diisi makanan berat, cukup untuk kembali menghangatkan tubuh dan menambah tenaga guna melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung. Harapan untuk makan – makan di rumah makan sambal Cibiuk pun sirna, tapi tidak apalah, acara makan – makan di rumah makan Cibiuk dengan sambal yang khas warisan dari Syekh Jafar Sidik sang penyebar agama islam di Garut Utara tersebut bisa diagendakan di lain waktu. Setelah berpamitan dengan pemilik warung dan keluarganya, tepat pukul 20.00 kami beranjak meninggalkan kampung Haruman Sari yang bersahaja ini, menembus kemacetan libur weekend Kadungora kembali menuju Bandung.

Tracklog & elevation profile



6 comments:

  1. Om..Itu Gimana.Tutorial Cara bikin topomaps kaya gitu bagus.saya pingin bikin.gunung cakrabuana.gunung sadakeling..

    ReplyDelete
    Replies
    1. topomaps yg di foto 2 itu pake Garmin Basecamp, diinstal di PC sama maps nya. tutorial sama mapsnya banyak di goggle juga tinggal searching, ato bisa coba lihat di sini, http://roselaranawira.blogspot.co.id/2015/05/menggabung-peta-navigasinet-dengan-peta.html .
      kalo tracklog-nya itu import dari trip kita ke Basecampnya. kalo versi android bisa coba aplikasi viewranger, backcountry, oruxmaps dll...

      Delete

  2. Aduh Susah Oge Aplikasina...,Kang Iraha Job Ke Gunung Cakrabuana Malangbong.Tapi Tos Lebaran..He 3x

    Saya Pinggin Peta Siga Itu..

    ReplyDelete
    Replies
    1. wuiihh hoyong uy ka cakrabuana, insya Allah dijadwalkeun kditu. aplikasi peta nu praktis versi android weh kang, kantun search di google. aya orux, viewranger atanapi backcountry. abdi pribadi tos lami nganggo Backcountry Pro di HP, alhamdulillah lancar dianggo ameng, peta na tiasa online sapertos Google maps, atanapi aya pilihan kanggo download peta janten tiasa dianggo offline.

      Delete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Sakedap Abdi Nuju Bade Ngadamel Postingan Dulu..ngabahas 1 gunung..Nanti Di Share Ken ku abdi...didie.

    ReplyDelete