Wednesday, February 24, 2016

GOWES PENUH DEBU DI TREK WWT – SITU CILEUNCA PANGALENGAN

Pangalengan memang selalu menawarkan trek – trek bersepeda XC yang eksotis dan menantang untuk dijelajahi. Setelah sebelumnya saya sudah membahas beberapa trek gowes XC khususnya yang berada di kawasan perkebunan Kertamanah PTPN VIII, pada kesempatan ini saya coba mengangkat trek gowes XC yang melintasi 3 perkebunan sekaligus, yaitu perkebunan Kertamanah, Malabar dan perkebunan Pasir Malang, serta finish di kawasan situ Cileunca dengan jarak tempuh sekitar 25 km. 




Saya cukup beruntung bisa mencicipi sensasi bersepeda di trek yang dikenal juga sebagai trek WWT ini bersama teman - teman dari komunitas PEDAL (Penggemar Sepeda Lintasartha). Disebut trek WWT karena titik start trek gowes ini berada di sekitar area sumur pengeboran panas bumi berkode WWT milik perusahaan eksplorasi panas bumi Star Energy, di ketinggian ±1783 mdpl. Di pagi yang cukup cerah kami semua berangkat menuju sumur WWT dengan diangkut mobil, pukul 09 kami semua tiba di titik start, sepedapun diturunkan dan dicek kondisinya sebelum memulai perjalanan. Pukul 09.45 perjalanan dimulai, cuaca saat itu cukup panas, namun pemandangan sedikit berkabut/ hazy sehingga pemandangan di sekeliling sumur tidak begitu jelas terlihat, padahal jika cuaca cerah, pemandangan dari sini sangat memanjakan mata. Satu per satu sepeda mulai meluncur menuruni trek yang berada di tengah – tengah kebun teh ini, kemarau panjang membuat trek menjadi kering dan sangat berdebu, masker/ buff serta kacamata sangat disarankan untuk dikenakan supaya kita bisa tetap menikmati sensasi trek ini. Di beberapa belokan menurun ketika rem ditekan saat itu pula debu pun membubung di sekeliling kita, namun semua gangguan debu itu tidak seberapa dibandingkan dengan sensasi menuruni trek turunan yang berakhir di kampung Babakan perkebunan Malabar ini. 




Mulai dari kampung Babakan trek cenderung datar bahkan diselingi beberapa tanjakan, namun pemandangan gunung – gunung dan hamparan perkebunan teh Malabar tetap mampu menghibur kami, yang cukup mengganggu saat itu hanyalah cuaca panas yang cukup menyengat ditambah dengan debu tebal yang masih setia menemani perjalanan. Perjalanan selanjutnya menuju makam KAR Bosscha yang juga akan kami jadikan spot untuk istirahat makan siang, namun sebelum menuju ke sana, kami akan melewati sebuah bangunan bersejarah, yaitu bangunan sekolah yang dibangun oleh Bosscha. Setelah sekitar 30 menit kami mengayuh sepeda melewati beberapa tanjakan, sampailah kami di bangungan sekolah tersebut. Bangunan ini adalah bangunan SD yang dibangun oleh KAR Bosscha pada tahun 1901, dan setelah hampir 113 tahun berlalu, bangunan ini masih tampak kokoh berdiri. Bangunan beratap bilik bambu, beratap seng dan berlantai kayu ini adalah bukti kecintaan Bosscha pada masyarakat sekitar khususnya pada karyawan perkebunan khususnya para pribumi untuk dapat mengenyam pendidikan. Puas beristirahat dan mengambil beberapa foto di bangunan tersebut kamipun melanjutkan perjalanan ke arah barat menuju makam KAR Bosscha.




Pukul 11 kami semua tiba di makam Bosscha, lokasinya berada di tengah –tengah kebun teh, berbentuk seperti hutan mini dengan pohon – pohon  besar dikelilingnya. Dan tepat di tengah hutan mini inilah jasad KAR Bosscha bersemayam. Bentuk makamnya cukup unik, sangat berbeda dengan makam pada umumnya, lebih menyerupai bangunan padepokan menurut saya.  Sepeda kami simpan di sekitar pelataran makam, dan sambil menunggu hidangan makan siang tiba, kami menyempatkan diri untuk berfoto – foto di sekitar makam. Tak lama kemudian makan siangpun tiba, dan hidangan nasi liwet kumplit sajian dari teman goweser Pangalengan itupun segera kami serbu. Tidak terasa 1 jam lebih kami berada di tempat ini, tepat pukul 13 kami semua beranjak meninggalkan makam KAR Bosscha menuju situ Cipanunjang dengan menyusuri perkebunan Pasir Malang. Pemandangan di arah barat sangat menggoda, hamparan situ Cipanunjang dan situ Cileunca terlihat jelas seakan dipagari oleh rangkaian pegunungan cagar alam gunung Tilu yang menjadi batas alam kota Pangalengan dan Ciwidey.



Dari sini kami kembali disuguhi turunan - turunan yang berakhir di jalan aspal kampung Gunung Cupu, kemudian berbelok ke arah utara menuju singel trek situ Cipanunjang. Singel trek situ Cipanunjang adalah trek yang berada di bibir situ Cipanunjang, dengan tipe rolling atau naik turun. Dengan fisik yang sudah melemah setelah melahap trek sebelumnya ditambah teriknya matahari, menyusuri trek ini menjadi terasa sangat berat. Sekitar 5 km kami melaju, singel trek situ Cipanunjang ini berakhir di kampung Baru, di sini kami beristirahat sejenak di sebuah warung, cuaca panas yang sangat terik benar – benar membuat kami kewalahan.  


 




Pukul 14.30 kami semua kembali beranjak menyusuri jalan aspal Kampung Baru menuju dam situ Cipanunjang, posisi kami sekarang berada di atas situ Cipanunjang dan di bawah kami terlihat situ Cipanunjang yang hampir kering airnya. Pukul 14.45 kami tiba di dam situ Cipanunjang, sedikit berfoto – foto dan menikmati suasana danau yang hampir mengering, perjalananpun kembali dilanjutkan menuju situ Cileunca. Kami kembali menyusuri jalan aspal dan disambung trek makadam di kampung Cibuluh kemudian menyusuri trek makadam di samping peternakan sapi sebuah perusahaan susu besar di Indonesia. Tepat pukul 15.00 kami semua tiba di bibir situ Cileunca, di hadapan kami membentang jembatan yang oleh teman – teman goweser Pangalengan dinamai jembatan “Suramadu”. Satu persatu sepeda melaju menyeberangi jembatan yang memiliki lebar sekitar 1,5m dan panjang sekitar 250 m ini, dan di spot yang berada tepat di tengah jembatan kami semua berhenti untuk menikmati pemandangan situ Cileunca dan sekitarnya, seperti biasanya, tidak lupa untuk mengambil beberapa foto tentu saja. Puas berada di atas jembatan, kami pun beranjak menuju titik finish di gerbang obyek TWA situ Cileunca untuk menuntaskan trip gowes ini.