Pangalengan
memang selalu menawarkan trek – trek bersepeda XC yang eksotis dan menantang
untuk dijelajahi. Setelah sebelumnya saya sudah membahas beberapa trek gowes XC khususnya yang berada di kawasan perkebunan Kertamanah
PTPN VIII, pada kesempatan ini saya coba mengangkat trek gowes XC yang
melintasi 3 perkebunan sekaligus, yaitu perkebunan Kertamanah, Malabar dan
perkebunan Pasir Malang, serta finish
di kawasan situ Cileunca dengan jarak tempuh sekitar 25 km.
Saya cukup
beruntung bisa mencicipi sensasi bersepeda di trek yang dikenal juga sebagai trek
WWT ini bersama teman - teman dari komunitas PEDAL (Penggemar Sepeda Lintasartha). Disebut trek WWT karena titik start
trek gowes ini berada di sekitar area sumur pengeboran panas bumi berkode WWT
milik perusahaan eksplorasi panas bumi Star Energy, di ketinggian ±1783 mdpl. Di pagi yang
cukup cerah kami semua berangkat menuju sumur WWT dengan diangkut mobil, pukul
09 kami semua tiba di titik start,
sepedapun diturunkan dan dicek kondisinya sebelum memulai perjalanan. Pukul
09.45 perjalanan dimulai, cuaca saat itu cukup panas, namun pemandangan sedikit
berkabut/ hazy sehingga pemandangan
di sekeliling sumur tidak begitu jelas terlihat, padahal jika cuaca cerah,
pemandangan dari sini sangat memanjakan mata. Satu per satu sepeda mulai
meluncur menuruni trek yang berada di tengah – tengah kebun teh ini, kemarau
panjang membuat trek menjadi kering dan sangat berdebu, masker/ buff serta kacamata sangat disarankan
untuk dikenakan supaya kita bisa tetap menikmati sensasi trek ini. Di beberapa
belokan menurun ketika rem ditekan saat itu pula debu pun membubung di
sekeliling kita, namun semua gangguan debu itu tidak seberapa dibandingkan
dengan sensasi menuruni trek turunan yang berakhir di kampung Babakan
perkebunan Malabar ini.
Mulai dari
kampung Babakan trek cenderung datar bahkan diselingi beberapa tanjakan, namun
pemandangan gunung – gunung dan hamparan perkebunan teh Malabar tetap mampu menghibur
kami, yang cukup mengganggu saat itu hanyalah cuaca panas yang cukup menyengat
ditambah dengan debu tebal yang masih setia menemani perjalanan. Perjalanan
selanjutnya menuju makam KAR Bosscha yang juga akan kami jadikan spot untuk
istirahat makan siang, namun sebelum menuju ke sana, kami akan melewati sebuah
bangunan bersejarah, yaitu bangunan sekolah yang dibangun oleh Bosscha. Setelah
sekitar 30 menit kami mengayuh sepeda melewati beberapa tanjakan, sampailah
kami di bangungan sekolah tersebut. Bangunan ini adalah bangunan SD yang
dibangun oleh KAR Bosscha pada tahun 1901, dan setelah hampir 113 tahun
berlalu, bangunan ini masih tampak kokoh berdiri. Bangunan beratap bilik bambu,
beratap seng dan berlantai kayu ini adalah bukti kecintaan Bosscha pada
masyarakat sekitar khususnya pada karyawan perkebunan khususnya para pribumi
untuk dapat mengenyam pendidikan. Puas beristirahat dan mengambil beberapa foto
di bangunan tersebut kamipun melanjutkan perjalanan ke arah barat menuju makam
KAR Bosscha.
Pukul 11 kami
semua tiba di makam Bosscha, lokasinya berada di tengah –tengah kebun teh,
berbentuk seperti hutan mini dengan pohon – pohon besar dikelilingnya. Dan tepat di tengah
hutan mini inilah jasad KAR Bosscha bersemayam. Bentuk makamnya cukup unik,
sangat berbeda dengan makam pada umumnya, lebih menyerupai bangunan padepokan
menurut saya. Sepeda kami simpan di
sekitar pelataran makam, dan sambil menunggu hidangan makan siang tiba, kami
menyempatkan diri untuk berfoto – foto di sekitar makam. Tak lama kemudian
makan siangpun tiba, dan hidangan nasi liwet kumplit sajian dari teman goweser
Pangalengan itupun segera kami serbu. Tidak terasa 1 jam lebih kami berada di
tempat ini, tepat pukul 13 kami semua beranjak meninggalkan makam KAR Bosscha
menuju situ Cipanunjang dengan menyusuri perkebunan Pasir Malang. Pemandangan
di arah barat sangat menggoda, hamparan situ Cipanunjang dan situ Cileunca terlihat
jelas seakan dipagari oleh rangkaian pegunungan cagar alam gunung Tilu yang
menjadi batas alam kota Pangalengan dan Ciwidey.
Dari sini kami kembali disuguhi turunan - turunan yang berakhir di jalan
aspal kampung Gunung Cupu, kemudian berbelok ke arah utara menuju singel trek
situ Cipanunjang. Singel trek situ Cipanunjang adalah trek yang berada di bibir
situ Cipanunjang, dengan tipe rolling
atau naik turun. Dengan fisik yang sudah melemah setelah melahap trek
sebelumnya ditambah teriknya matahari, menyusuri trek ini menjadi terasa sangat
berat. Sekitar 5 km kami melaju, singel trek situ Cipanunjang ini berakhir di
kampung Baru, di sini kami beristirahat sejenak di sebuah warung, cuaca panas
yang sangat terik benar – benar membuat kami kewalahan.
Pukul 14.30 kami semua kembali beranjak menyusuri jalan aspal Kampung Baru menuju dam situ Cipanunjang, posisi kami sekarang berada di atas situ Cipanunjang dan di bawah kami terlihat situ Cipanunjang yang hampir kering airnya. Pukul 14.45 kami tiba di dam situ Cipanunjang, sedikit berfoto – foto dan menikmati suasana danau yang hampir mengering, perjalananpun kembali dilanjutkan menuju situ Cileunca. Kami kembali menyusuri jalan aspal dan disambung trek makadam di kampung Cibuluh kemudian menyusuri trek makadam di samping peternakan sapi sebuah perusahaan susu besar di Indonesia. Tepat pukul 15.00 kami semua tiba di bibir situ Cileunca, di hadapan kami membentang jembatan yang oleh teman – teman goweser Pangalengan dinamai jembatan “Suramadu”. Satu persatu sepeda melaju menyeberangi jembatan yang memiliki lebar sekitar 1,5m dan panjang sekitar 250 m ini, dan di spot yang berada tepat di tengah jembatan kami semua berhenti untuk menikmati pemandangan situ Cileunca dan sekitarnya, seperti biasanya, tidak lupa untuk mengambil beberapa foto tentu saja. Puas berada di atas jembatan, kami pun beranjak menuju titik finish di gerbang obyek TWA situ Cileunca untuk menuntaskan trip gowes ini.